Rabu, 23 November 2011

Pesan Untuk Adik Mentor ku #2


Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Rasa senang itu datang tatkala kita dapat berkumpul untuk membina diri, membangun sebuah komunitas perbaikan, melakukan transformasi pribadi menuju kepribadian muslim yang menyeluruh dan benar. Sambil membuka Al-Qur’an, mata ini tak jarang berbinar-binar melihat perkembangan, dan saya percaya perkembangan itu menuju perbaikan. Seperti mimpi, rasanya kehidupan Islami seperti tampak jelas di pelupuk mata. Harapan untuk membangun peradaban madani seperti masih terbuka lebar dan memang terbuka lebar sahabatku, ketika kita masih bisa konsisten dan meningkatkan kualitas kelompok pembinaan kita. Karena pembinaan adalah pilar peradaban. Kalau pernah melihat senangnya mahasiswa di wisuda, bagi saya ketika di waktu pembinaan lebih dari itu, bahkan rasa senang itu bukan satu kali seumur hidup, tetapi setiap pekan sekali. 

Rasa khawatir itu pun datang pula, tampaknya kelompok pembinaan kita kurang berjalan dengan baik. Saya seperti sibuk sendiri dan serasa meluangkan sedikit waktu untuk pembinaan kita, sehingga acap kali waktu pembinaan kita tidak cocok. Disamping itu, Saya terkadang mengundurkan jadwal pembinaan yang sudah disepakati, atau bahkan meniadakan pembinaan dan melanjutkan pada pekan berikutnya. Dan itu dapat terjadi dalam dua pekan berturut-turut, bahkan tiga pekan. Kemudian, terkadang saya terlambat datang padahal waktu kita sangat terbatas. Saya menduga hal ini mengundang prasangka. Mudah-mudahan dugaan saya salah. Saya khawatir tidak menjadi bukti indahnya Islam. Maafkan saya sahabatku, maafkan atas keterbatasan diri ini. Doakan saya, semoga saya bisa terus memperbaiki diri sehingga Allah menurunkan kekuatan pada diri ini untuk melanjutkan pembinaan kita. Semoga engkau berkenaan memaafkan saya.

Jumat, 18 November 2011

Memberikan Nasihat dan Kritik

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Memberikan Nasihat dan Ktitik tentunya sangat diperbolehkan dalam islam. Karena secara lahiriyah manusia diciptakan Allah dengan kondisi, dan kemapuan  yang berbeda. Sehingga potensi untuk seseorang berbuat salah cukup besar. Dan disinilah peran sesama muslim hadir untuk saling memberikan nasihat dalam kebaikan, maupun dalam kesabaran. Begitu juga dengan kritikan. Baik yang tujuannya membangun, maupun yang mejatuhkan. Namun tindakan - memberi nasihat dan kritik - yang bagus ini sebaiknya diiringi juga dengan niat, cara  dan tujuan yang bagus. Memberikan nasihat dan kritik, seharusnya didasari oleh niatan karena Allah,sebagai wujud cinta kita terhada Islam. Bukan sebagai wujud cinta kepada kelompok kita dan merendahkan kelompok yang lain. Karena itu memberikan nasihat dan kritikan hendakanya tidak ditujukan untuk pembuktian eksistensi diri, menyombongkan kemampuan ilmunya, apalagi merendahkan martabat maupun kelompok lain.

Kamis, 27 Oktober 2011

Pesan Untuk Adik Mentor ku

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Untuk tulisan kali ini saya hanya akan menceritakan sedikit pengalaman saya. Hari itu seperti biasa, adalah jadwal saya untuk mengisi agenda pekanan salah satu kelompok mentoring. Sebenarnya dadakan,tapi memang saya sudah agendakan dihari itu memang untuk agenda-agenda seperti ini. Namun pertemuan pekanan ini lain dari biasanya. Bukan karena jadwal yang mendadak, tapi karena agenda yang harus dibawa. Ya,waktu itu sudah tiba. Saya sudah mendapat aba-aba untuk melakukan pemindahan terhadap kelompok ini. Agak berat memang. Saya kagum dengan kalian, para penimba ilmu. Walaupun kita baru bertemu. Perkembangan kalian lebih dari ekspetasi saya. Kalian punya prospek yang sangat besar. Daya tampung gelas kalian sekarang lebih besar, dan jauh lebih besar daripada air yang bisa saya tuangkan. Sudah saatnya bagi kalian untuk mencari mata air baru. Yang mampu memberikan air yang jauh lebih segar dan lebih banyak daripada yang bisa  saya berikan.

Rabu, 21 September 2011

Apakah Keputusan Syuro Tidak Mungkin Salah ?

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Jujur, sebetulnya pertanyaan ini sering sekali ada di benak saya. Ketika ada kebijakan dari atas, atau hasil keputusan syuro yang tidak bisa saya rasionalisasi, dan ketika itulah pertanyaan ini muncul, sebagai penolakan saya terhadap hasil syuro tersebut. Atau sebagai pembelaan atas ketidak setujuan saya. Saya sebenarnya termasuk orang yang susah untuk merasionalisasikan suatu keputusan. Menurut saya, segala sesuatu itu tidak hanya harus taktis. Tapi segala seuatu tersebut harus tetap memiliki "aturan main". Namun sering kali, rasa ketidakterimaan itu berhasil diredam oleh ustadz saya dengan kata-kata tsiqah dan taat. Tapi disuatu kondisi terkadang kedua kata sakti itu tidak mempan, dan terpaksa saya harus berdiskusi panjang dengan beliau, dan akhirnya - pada mayoritas kasus - saya sampai pada satu kesimpulan bahwa, bukan hasil syuro nya yang salah, tapi salah ada pada saya yang sudah tidak berilmu, suudzan pula.
Tapi masih saja mengganjal dalam benak saya, benarkah hasil keputusan syuro itu selalu benar ? Setelah membacara beberapa tulisan, akhirnya saya berpendapat bahwa, mungkin saja ada kesalahan pada keputusan syuro. Dua hakikat yang harus kita pahami tentang hasil syuro adalah :

Minggu, 11 September 2011

Mengelola Kekecewaan Pribadi


Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kecewa, begitu alasan yang sering saya dengar ketika seseorang merasa tidak puas akan sesuatu yang ia dapatkan atau ia jumpai . Ketika sesuatu itu jauh berbeda dengan apa yang dia harapkan, jauh dari apa yang ia bayangkan di benaknya. Disini yang saya jadikan contoh adalah perasaan kecewa seorang aktivis dalam suatu kelompok atau organisasi. Kecewa itu hal yang lumrah, manusiawi. Tidak ada seorang aktivis pun yang tidak pernah merasa kecewa ketika mereka berkecimpung dalam organisasi yang dijalaninya. Baik itu kecewa kepada pemimpin organisasi, kecewa pada hasil keputusan rapat, kecewa pada buruknya manajemen organisasi , kecewa pada sesama teman dalam organisasi, hingga kecewa pada dirinya sendiri akibat kesal melihat ketidaksesuaian antara apa yang ada dibenaknya dengan realita yang ada dalam organisasi. Kecewa itu wajar, dan setiap aktivis pasti pernah mengalaminya. Tapi setiap aktivis punya cara yang berbeda dalam menampakkan kekecewaan tersebut. Ada yang ditampakkan, ada yang tidak. Ada aktivis yang mampu mengatasi kekecewaan tersebut dan meresponnya secara konstruktif. Adapula yang tidak mampu mengatasi kekecewaan tersebut dan meresponnya secara destruktif.

Akmal Sjafril pernah berkata, bahwa orang yang 'mudah kecewa' dengan organisasi biasanya adalah orang yang jarang berorganisasi, atau setidaknya orang yang tidak akan lama berkarir di suatu organisasi. Karena salah satu hal penting dalam berorganisasi adalah bagaimana mengelola kekecewaan pribadi. Kalau tidak mau kecewa, maka jadilah single fighter yang tidak perlu khawati harus kompromi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, salah satu sikap yang harus kita miliki adalah kemampuan mengukur diri - atau bisa disebut juga sikap tahu diri - . Jika kita kecewa dengan pemimpin organisasi kita, maka tanyakanlah pada diri sendiri, apakah kita mampu lebih baik dari beliau ?.  Selain itu kita juga harus bertanya pada diri kita secara jujur, “ apakah yang akan kita lakukan jika kita berada di posisi beliau ?”. Kebanyanyakan orang akan menjawabnya secara enteng saja. Mereka yang menjawab secara enteng tidak berpikir dalam dimensi waktu. Padahal manusia juga ada waktu lelahnya, waktu stressnya, waktu marahnya, waktu sedihnya dan sebagainya. Bisa jadi orang yang kita kritik keputusannya itu mengambil keputusan ketika pikirannya sedang tidak jernih. Bisa jadi saat itu ia sedang kelelahan. Sangat manusiawi jika ada manusia yang khilaf dan menyesali keputusan yang diambilnya.

Jumat, 09 September 2011

Membangun tradisi diskusi yang beretika dan berlandaskan ilmu

Assalamu'alaykum Warahamtullahi Wabarakatuh

Masih berkaitan dengan tulisan saya sebelumnya - Polemik penetapan 1 Syawal 1432 H - ,saya ingin menuliskan sesuatu yang berkaitan dengan fenomena yang terjadi seputar polemik tersebut. Setalah Kementrian Departemen Agama melakukan sidang itsbat dan memutuskan kapan 1 Syawal ditetapkan dalam kalender masehi - walaupun pada sidang tersebut ada ormas yang menyatakan berbeda pendapat dan memutuskan untuk tidak mengikuti hasil keputusan sidang itsbat tersebut - , ternyata masalah tidak selesai sampai disitu. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh salah seorang tokoh agama yang hadir disitu, saya lupa namanya , beliau berkata: " Mungkin kita para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat bisa memahami akan terjadinya perbedaan pendapat tersebut, dan memakluminya. Tapi tidak ada jaminan bahwa masyarakat dibawah kita bisa berdamai dan memahami maksud perbedaan ini". Dan apa yang dikatakan beliau benar, setidaknya saya menangkap adanya beberapa gejala percecokan di masyarakat. Contohnya adalah perang opini seperti ini dan ini. Selain itu di jejaring sosial bahkan lebih parah lagi. Debat yang beraroma kebencian dilakukan oleh beberapa pihak yang kenyataannya bukan menyelesaikan masalah, justru memperburuknya. Mereka saling beradu argumentasi tanpa tahu persis duduk permasalahannya, hanya mengandalkan logika dan pemahaman satu bidang yang masih parsial - namun dipaksakan -. Dan diperparah dengan etika berdiskusi yang buruk. Saling mengkritik yang menyakitkan, menjatuhkan kehormatan lawan bicaranya dan menunjukkan bahwa lawan bicaranya salah dan seolah mereka saja yang benar,subyektif.Dan landasan diskusi tersebut bukan berdasar atas rasa cinta terhadap agama islam, melainkan didasarkan atas rasa cinta terhadap golongannnya sendiri.

Diskusi sebenarnya merupakan tradisi ilmu yang patut dibina. Begitu juga dengan memberi nasihat dan memberi kritik. Namun baiknya dalam melakukan semua itu, harus dilakukan dengan cara yang ahsan tanpa bermaksud menyakiti salah satu pihak Dan hindari berdebat yang dapat merusak ukhuwah islamiyah. Karena Rasulullah SAW sendiri pun melarang kita berdebat, sekalipun kita berada dipihak yang benar.

Allah menciptakan manusia dengan potensi, bakat, kemapuan dan kecakapan yang berbeda. sehingga tidak mustahil terkadang manusia berbuat salah. Disinilah pentingnya sebuah diskusi. Saling memberikan nasihat dan kritikan diperlukan dalam hal ini , namun dengan cara yang ahsan. Diskusi harus didasari dengan niat dan tujuan yang mulia, bukan hanya sekedar mencari eksistensi dan ketenaran belaka. Karena itu cara yang dilakukan pun juga harus mulia. Hindari perkataan yang dapat menyakitkan hati manusia dan "menelanjangi" kehormatannya. Adab yang mulia, ucapan yang lembut dan argumentatif  harus dikedepankan saat kita memulai diskusi.

Ketika langit dan bumi bersatu,bencana dan keberuntungan sama saja

Sering kali aku berkata,ketika orang memuji milikku,bahwa:
sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Allah,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi mengapa aku tidak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut itu dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusannya yang tidak sesuai keinginanku.
Gusti,padahal tiap hari kuucapkan hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
-W.S.Rendra-

Kamis, 08 September 2011

Sulitkah menyatukan perbedaan ? (reflesi penetapan 1 syawal 1432 H)

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Ramadhan memang telah berlalu. Namun ramadhan kemarin masih menyisakan satu pekerjaan rumah bagi Departemen Agama Republik Indonesia, yaitu masalah penyatuan kalender hijriah, dalam konteks ini adalah penetuan tanggal 1 syawal. Pekerjaan rumah yang khawatirnya jika didiamkan, maka hal ini akan menjadi "bom waktu" yang siap meledak di ramadhan tahun depan. Masalah ini adalah yang sudah sering kita jumpai beberapa tahun ini - setidaknya setelah jaman orde baru - namun entah kenapa, untuk tahun ini masalah ini menjadi sangat booming di masyarakat. Mulai dari tragedi opor basi, pawai takbiran yang batal dilaksanakan, sampai kasus satu keluarga - dan satu rumah - beda dalam kapan merayakan hari raya iedul fitri. Dibeberapa media saya melihat berbagai macam ekspresi kekecewaan yang dilampiaskan masyarakat, mulai dari saling menghujat - suatu hal yang justru memperburuk masalah - karena beda pemahaman, dan ada juga beberapa kelompok masyarakat yang berunjuk rasa di rumah walikota didaerahnya hanya karena pembatalan acara takbir keliling yang dimundurkan satu hari. Mungkin bisa jadi ini adalah letusan rasa kekecewaan masyarakat yang lama tertumpuk beberapa tahun ini. Namun memang sudah saatnya pemerintah - dalam hal ini Departemen Agama - bertindak untuk mengatasi permasalah ini agar tidak terjadi lagi hal serupa pada tahun depan.

Dalam permasalahan ibadah yang muamalat seperti ini, kita tidak bisa selamanya berdalih 'perbedaan adalah rahmat' - jika yang dijadikan dasar adalah hadist Rasulullah, dapat dikatakan bahwa dalih ini kurang tepat, karena hadist ini dhaif, bahkan Syaikh Al Albani mengatakan "Hadist ini tidak ada asalnya" - . Memang jika bicara masalah metode,  permasalahan dalam menentukan kapan puasa ramadhan berakhir - puasa ramahdan nya,bukan bulan ramadhan nya - adalah suatu ranah yang khilafiyah ijtihadiyah yang bisa menyebakan adanya perbedaan dalam menentukan kapan kita harus berlebaran sebagai peringatan bahwa puasa ramadhan telah berakhir. Saya disini tidak akan berbicara masalah perbandingan metode,karena ini adalah otoritas para fuqaha.namun yang ingin saya tekankan adalah, apakah begitu sulitnya menyatukan perbedaan yang sifatnya ikhtilaf ini demi persatuan umat ?

Minggu, 24 Juli 2011

Berbicara Tentang Uang


Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sebaik-baik uang adalah uang yang beredar di antara orang-orang shaleh- Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Uang. Sepertinya kita jarang sekali menemukan materi tentang uang – berdasarkan pengalaman pribadi sejauh ini – dalam beberapa wasilah tarbiyah yang kita temui. Baik itu tarbiyah ruhiyah, jasadiyah, maupun fikriyah. Padahal dalam realita dilapangan, kita sering sekali menemukan benturan aktivitas dakwah kita terhadap keberadaan uang. Seorang teman saya ketika ditanya masalah cita-cita, ia menjawab :”Cita-cita saya adalah menjadi pembayar zakat mal terbesar di Indonesia.” Dengan kata lain, sebenarnya ia ingin menjadi orang terkaya di Indonesia. Menjadi kaya, tidak dilarang dalam islam, selama didapatkan dengan cara yang halal. Yang dilarang adalah bermewah-mewahan. Kaya dan mewah adalah suatu hal yang berbeda. Kaya adalah kondisi financial, sedangkan mewah adalah mentalitas. Punya mobil dan rumah adalah kaya. Selama si empunya masih mau bersikap sederhana ketika bersama dengan umatnya, tidak memamerkannya, tidak menyombongkannya, tidak lupa membayar zakat dan sedekahnya, tidak lupa dengan tetangga dan fakir miskin. Dan yang penting ia mendapatkanya dengan cara yang halal dan legal. Sedangkan mewah adalah kondisi mental dimana sesorang ingin terlihat lebih dari yang lain, dengan tidak memandang kondisi ekonominya sendiri, maupun kondisi ekonomi orang yang disekitarnya. Sahabat Rasulullah banyak yang kaya, namun mereka tidak pernah sombong dengan kekayaanya dan bersikap sederhana. Sebut saja Abdurahman bin ‘Auf, Abu Bakar as Siddiq. Justru dengan ke kayaan mereka, menghasilkan banya manfaat untuk perkembangan dakwah pada masa itu. Karena tidak dapat dipungkiri, untuk berdakwah kita butuh dana, untuk berjihad kita butuh biaya. Dari tangan mereka-mereka lah, kebutuhan financial dakwah dapat disokong.

 Rasulullah mengenal uang sejak usia 12 tahun, ketika beliau ikut berdagang dengan pamannya. Pada saat beliau menikah Khatijah pada usia 25 tahun, maharnya adalah 100 ekor unta. Tentunya ini bukanlah jumlah yang sedikit. Apalagi dalam parameter seorang pemuda yang masih berusia 25 tahun. Walaupun menikah dengan janda yang kaya, tapi Rasulullah berpenampilan sederhana ketika bersama dengan umatnya dan para sahabatnya. Karena kebanyakan sahabat nabi adalah fakir miskin, anak yatim, dan janda-janda terlantar. Adalah hal yang tidak wajar jika beliau menampilkan kemewahan di hadapan mereka. Seandainya beliau mau, bisa saja beliau menampilkan kekayaannya sebab beliau adalah suami dari wanita saudagar yang kaya raya, Tetapi beliau menahan diri untuk itu karena keluhuran akhlaknya lebih terlihat dibanding hawa nafsunya. Maka ketika sesekali nabi minum susu, menyukai air sejuk, memakai jubah romawi, dan simbol kemewaan saat itu, hal itu menunjukkan kepada umatnya bahwa itu semua bukan haram, bukan pula menjatuhkan kewibawaan seorang shalih, tetapi bukan pula obsesi hidup yang membuat manusia lupa terhadap rumah akhirat .

Selasa, 12 Juli 2011

Ketika umat islam asing dengan agamanya sendiri


Sesungguhnya islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang yang dikatakan asing-Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.

Al islamu mahjubun bil muslim, cahaya islam telah digelapkan oleh orang islam sendiri. Seperti inilah gambaran realita yang terjadi belakangan ini. Banyak orang yang mengaku dan terdaftar beragama islam. Namun tingkah lakunya jauh, bahkan bertolak belakang dengan nilai-nilai islam. Dan yang parahnya endemic ini sudah menyebar hampir diseluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya menjangkau perilaku, namun juga pikiran dan cara bersikap. Justru ketika orang islam bersikap seperti layaknya orang muslim, malah dianggap asing dan tidak wajar. Seorang mahasiswa yang menunggu waktu kuliah dimulai sambil tilawah di dalam kelas justru dianggap aneh. Seorang muslim yang memelihara jenggotnya dicap teroris. Meninggalkan shalat dianggap wajar. Menutup aurat dianggap ketinggalan jaman. Berzakat dan infaq seolah hanya akan mengurangi harta saja. Ustad yang berpoligami justru menuai kontroversi, sedangkan seorang artis yang berbuat asusila justru mendapat simpati dari mereka yang mengaku sebagai penggemarnya. Masyarkat kini sudah terjebak dalam pola pikir yang penyakitan. Sesuatu yang benar dalam islam, justru dianggap salah dalam kacamata masyarakat, hanya karena itu tidak wajar dan tidak legal. Sedangkan sesuatu yang salah dalam islam, justru dianggap benar oleh masyarakat hanya karena itu dianggap wajar dan telah dilegalkan oleh masyarakat. Dan ditambah dengan degradasi moral. Seonggok kemanusiaan itu makin terkapar

Senin, 27 Juni 2011

Ke arah persatuan gerakan islam


“Keanggotaan seseorang dalam satu organisasi islam bukanlah pengganti persaudaraan islam. Dan keluarnysa seseorang dari organisasi islam bukanlah penggugur persaudaraan islam”.-Fathi Yakan.

Setelah runtuhnya ke khalifahan Turki Ustmani pada 1924 M, muncullah banyak gerakan/harakah (atau bisa juga disebut jama’ah ) yang bertujuan ingin menyadarkan kembali untuk memperbaiki keadaan umat islam. Kondisi umat islam saat itu (hingga sekarang) memang sedang terpuruk. Jumlahnya bisa dikatakan tidak sedikit, namun kita tidak lebih dari sekedar buih di laut yang dmudah hancur. Banyak umat islam yang bahkan asing dengan ajaran agamanya sendiri. Oleh karena itulah, munculah beberapa gerakan tersebut.

 Jika memang memiliki tujuan yang sama , kenapa gerakan tersebut tidak bergerak bersama dibawah satu bendera ? Perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam merumuskan metode (manhaj) yang pas inilah yang menjadi salah satu factor penyebabnya. Ikhtilaf ini muncul karena perbedaan sudut pandang mengenai suatu masalah, baik masalah alamiah maupun masalah amaliah. Contoh dalam masalah alamiah adalah perbedaan pendapat menyangkut cabang-cabang syariat dan beberapa masalah aqidah yang tidak menyentuh prinsip-prinsip yang pasti. Sedangkan masalh alamiah contohnya adalah perbedaan mengenai sikap-sikap politik  dan pengambilan keputusan  atas berbagai masalah sebagai akibat dari perbedaan sudut pandang, kelengkapan data dan informasi, pengaruh-pengaruh lingkungan dan zaman.

Rabu, 22 Juni 2011

Kasus Ruyati:Tragedi Ketidakpedulian Pemerintah Terhadap TKI

“As a country that sends workers abroad, Indonesia also made a strong international appeal to employers to keep all their workers, in spite of the difficult times. And we closely coordinated with host countries, to ensure the continued employment of our migrant workers. I extend our gratitude to host Governments , who have tried their best to be helpful to migrant workers in their countries”. –Susilo Bambang Yudhoyono.
Ironi,mungkin begitulah kata yang tepat untuk menggambarkan realita yang terjadi di lapangan. Betapa tidak,petikan pidato tersebut disampikan SBY dalam Sidang International Labour Organization 14 Juni lalu,empat hari sebelum seorang TKW asal Indonesia, Ruyati binti Satubi, dijatuhi hukuman pancung di Saudi Arabia atas tuduhan perlakuan pembunuhan terhadap majikannya.

Selasa, 21 Juni 2011

Arkanul Bai'ah

Yang dimaksud dengan Arkanul Bai’ah disini adalah rukun-rukun bai’at yang dikumpulkan oleh Imam Hasan Al Banna kepada mujahidin dari Ikhwanul Muslimin yang tercantum dalam Risalah Ta’lim Wal Usar. Risalah ini ditulis oleh Imam Hasan Al Banna ditengah-tengah perpecahan yang terjadi dalam gerakan-gerakan sebagai Islah atau reformasi kembali untuk menyatukan semua kaum muslimin. Setalah ke khalifahan Turki Ustmani runtuh muncul banyak gerakan/jamaah untuk kembali memperbaiki keadaan umat Islam. Namun sayangnya banyak dari gerakan ini bersifat parsial dal melakukan gerakan perbaikan dan antara satu gerakan dan gerakan lain sering tidak akur dan saling menjatuhkan,mempermasalahkan perbedaan yang sedikit dan sifatnya furu’ dan ikhtilaf,daripada sekian banyak persamaan yang dimiliki. Didasari oleh realitas itulah,maka Imam Hasan Al Banna memformulasikan suatu kerangka berpikir untuk menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk bahu-membahu. Risalah ini ditulis Imam Hasan Al Banna pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah yang terpenting yang ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud menganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis. Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersebut. Imam Hasan Al Banna menulis risalah ini untuk para ikhwan yang tulus, para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar pembicaraan.
Di awal dari Risalah ini,Imam Hasan Al Banna mengatakan “Rukun Bai’at kita ada sepuluh, hafalkanlah… “. Dari kalimat pembuka tersebut,ada tiga kata yang menjadi perhatian. Yaitu Arkan,Bai’at dan Infazuha (hafalkanlah).

Catatan Seorang Mahasiswa

Setalah kemerdekaan tercapai,kenyataan menunjukan bahwa kita masih jauh dari tujuan.Kita melihat dengan penuh kecemasan,bahwa pemimpin negara dan pemerintahan saat ini telah membawa bangsa dan negara pada keadaan yang amat mengkhawatirkan. Diktator golongan dan perseorangan,bukan lagi bahaya yang mengancam diambang pintu,tetapi telah menjadi suatu kenyataan. Cara-cara kebijaksanaan negara dan pemerintahan bukan saja bertentangan dengan asas-asas kerakyatan dan hikmah musyawarah,bahkan menindasnya.Jelas sudah bagi kita bahwa istilah demokrasi,hanya dipakai sebagai topeng belaka,justru untuk menindas dan menumpas asas-asas demokrasi itu sendiri.

Sekarang kesejahteraan makin jauh dari kenyataan, harga-harga makin membumbung,rakyat miskin makin menderita,dan kaum-kaum kapitalis makin lahap memakan rakyat. Disaat seperti inilah,mahasiswa seharusnya bertindak,berbuat sesuatu. Bidang seorang sarjana adalah berpikir,dan mencipta yang baru. Mereka harus bisa bebas ditengah arus masyarakat yang kacau,tetapi mereka tidak boleh lepas dari fungsi sosialnya,yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya,apabila keadaan telah mendesak. Mahasiswa yang terus diam,ditengah keadaan yang terus mendesak,telah melunturkan semua rasa kemanusiaannya. Ketika soeharto makin membuas dalam menancapkan kekuasaannya, maka mahasiswa kelompok penentang mulai berani berkata"tidak". Mereka punya keberanian untuk berkata tidak. Mereka,walau masih muda,berani menentang pemimpin-pemimpin tua yang korup,rezim Soeharto. Bahwa pada akhirnya beberapa orang dari mereka mati , itu bukan soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tiada indahnya kematian mereka, tetapi apa yang lebih puitis,selain bicara tentang kebenaran.

Siapa yang bertanggung jawab akan penderitaan ini? Mereka generasi tua. Semuanya pemimpin-pemimpin korup yang harus digantung mati,di depan mata rakyat Indonesia.Kini sudah tiba saatnya bagi patriot Indonesia untuk bangkit menggalang kekuatan dan bertindak menyelamatkan bagsa dari jurang malapetaka.Kokohkan idelalisme kebenaran dan keadilan,perkuat kapasitas. pertajam hati nurani,agar dapat merekam situasi yang terjadi di sekitar. atau selamanya Indonesia akan berada dalam lingkaran setan. dipimpin oleh generasi bodoh yang hanya mengedepankan perut dan syahwat. Dan selamanya rakyat Indonesia akan hidup dalam kebodohan dan penderitaan.

Senin, 20 Juni 2011

SBY dan Pengangguran di Singapura (just joke :) )


Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, berkunjung ke Indonesia. Di pelabuhan udara, Presiden SBY menyambutnya gembira, kemudian duduk bersama di dalam mobil kehormatan. Selama di perjalanan, dengan bangga SBY menunjuk kepada ribuan orang yang berdiri di pinggir jalan, yang telah dipersiapkan sebelumnya, sambil mengibar-ngibarkan bendera Singapura dan Indonesia. Tapi Lee mengerutkan keningnya.
 "Banyak sekali pengangguran di negara Anda," kata Lee Hsien loong, "Di negara kami tak seorang pun mau membuang-buang waktunya seperti itu. Mereka bekerja, dan tak punya waktu berdiri di pinggir jalan."

 Mendongkol hati SBY mendengarkannya. Begitu Lee pulang, ia menyusun rencana untuk berkunjung ke Singapura, ingin membuktikan apakah benar tak ada pengangguran di Singapura. Beberapa hari kemudian, SBY dan rombongan tiba di Singapura. Lee Hsien Loong menyambutnya di pelabuhan udara dan bersama-sama menuju istana negara. Di sepanjang jalan, tak seorangpun yang berdiri di pinggir jalan menyambut mereka.
 "Anda lihat," celetuk Lee, "Tak ada yang menganggur." 

 Keesokan harinya, SBY bersama ajudannya mengelilingi kota di Singapura. Tak seorang pun penganggur yang mereka temui. Setelah beberapa hari mencari dengan sia-sia, akhirnya mereka bermaksud pulang kembali ke Indonesia. Dengan ditemani Lee mereka menuju pelabuhan udara. Tiba-tiba, tampak seorang lelaki duduk termenung di pinggir jalan.

 "Itu dia!" teriak SBY, "Kita berhasil menemukannya seorang!" Dia menyuruh ajudannya menghampiri orang tersebut. Tak lama kemudian ajudannya kembali sambil berlari-lari. "Pak...Pak!  teriaknya, Dia NAZARUDDIN Pak, orang kita juga!"

Sabtu, 18 Juni 2011

Belajar Kejujuran dari Ny.Siyami

“Lebih baik saya diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”-Soe Hok Gie

Kata-kata diatas memang terdengar Idealis dan putitis. Namun akan nampakanya akan sangat sulit jika harus diterapkan di kehidupan nyata sehari-hari. Apalagi dalam masa sekarang ini. Agaknya peristiwa yang dialami Ny. Siami dan anaknya Alif menjadi pembelajaran buat kita,betapa mahalnya kejujuran itu. Hanya karena membocorkan scenario pencotekan masal yang terjadi di SDN Gadel II,tempat sekolah anaknya Alif, beliau dan keluaraganya terpaksa harus diusir dari rumahnya. Pengusiran sendiri dilakukan oleh para orang tua murid SDN Gadel II yang merasa tindakan yang dilakukan Ny.Siami akan mengakibatkan diberlakukannya ujian ulang bagi anaknya. Ya, mayoritas orang tua disana lebih khawatir terhadap kondisi Nilai Akademis yang didapat anaknya,daripada kondisi Nilai Moral anaknya yang sudah mulai terdegradasi.

Bidang seorang pengajar adalah mendidik. Mendidik dalam artian umum. Bukan hanya untuk permasalahan akademik. Sekolah atau lembaga pendidikan selaku lembaga tempat penaungan pengajar, harusnya mampu menfasilitasi adanya pendidikan moral bagi anak didiknya. Karena moral dan akademis adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Apa jadinya seorang cendekia, jika dia tidak memiliki moral yang bagus. Tidak lain ilmu yang dimilkinya hanya akan menyebabkan bencana bagi sesama, karena mengejar kepentingan pribadi. Sejatinya ilmu ada untuk menciptakan kemaslahatan bagi semua manusia,bukan malah bencana. Itulah sebabnya diperlukan pembekalan pendidikan moral, agar generasi penerus yang dicetak dari sebuah lemabaga pendidikan bukanlah manusia yang cerdas secara pengetahuan,  tapi buruk secara perangai.

 

Rasulullah SAW pernah bersabda, “katakanlah kebenaran,walupun pahit yang kau dapat”.  Ya, memang harga kejujuran sekarang makin mahal. Karena itulah tidak semua orang bisa melakukannya. Dan kami salut padamu Ny. Siami. Semoga perjuanganmu sekarang akan mendapat balasan yang indah kelak.

 

“Ya Allah, jika melaksanakan perintah-Mu dan menjauhi larangan-Mu dianggap sebagai tindakan yang raj’I (kolot/kuno), maka hidupkanlah aku bersama orang-orang raj’I, dan matikanlah aku bersama orang-orang raj’I”. –doa ulama salaf

Senin, 13 Juni 2011

Manifesto politik Turki:kemenangan partai islam di negeri sekuler


Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
“Kita berlayar dalam lautan yang bernama demokrasi, tapi di kapal kita tidak air yang bernama demokrasi” - anonym

Pemilu 12 Juni 2011 di Turki kemarin kembali melahirkan sebuah sejarah fenomenal. Partai Keadilan dan Pembangunan atau AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi), memenangkan pemilu untuk ketiga kalinya berturut-turut dengan perolehan suara yang cukup signifikan daripada perkiraan hasil survey, dan kembali mengantarkan pemimpin partai tersebut Recep Tayyip Erdogan untuk menjadi Perdana Menteri Turki. Ya,perolehan suara AKP mengalami kenaikan dari dua pemilu sebelumnya yaitu 34,43% pada pemilu 2002, menjadi 46,47% pada pemilu 2007, lalu 49,85% pada pemilu 2011.  Didukung 21.441.303 suara, AKP berhasil mendapatkan 326 kursi parlemen. Dengan 59,3% kursi yang dimiliki AKP ini, AKP bisa kembali membangun pemerintahan tanpa perlu koalisi. Namun demikian, Erdogan tetap membuka kesempatan untuk berkoalisi dengan partai lainnya.

Setidaknya ada beberpa faktor yang menyebabkan kemenangan AKP. Yang pertama adalah kinerja nyata yang berhasil diwujudkan AKP selama memimpin. Dibawah pimpinan Erdogan, perekonomian Turki mengalami kebangkitan. Sejak memipin pada tahun 2002, Erdogan langsung memulai reformasi ekonomi untuk mengeluarkan negara tersebut dari krisis. Dalam aspek perekonomian, Turki kini menjadi kekuatan yang diperhitungkan di sekelilingnya. Produk Domestik Bruto Turki mencapai triliyunan dolar sehingga ia menjadi negara ke 16 dalam kekuatan ekonomi dunia. Di tahun 2020, Turki berencana menjadi peringkat 10 dunia. Pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 9% pertahunnya menjadikkan Turki sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar kedua dalam forum Negara Maju G-20, setelah China.

Di Eropa sendiri, Turki adalah negara ke-7 dalam kekuatan ekonomi. Ini menyebabkan ekspor Turki ke dunia Arab meningkat lima kali lipat pada tahun 2003 hingga sekarang (dari 5 milyar menjadi 27 milyar dolar). Nilai ekspornya ke dunia Islam meningkat dari 11 dolar menjadi 60 milyar dolar. Jumlah hutang turki ke bank dunia pun juga mengalami penurunan tiap tahunnya. Diprediksi pada tahun 2015 Turki telah terlepas dari beban hutang tersebut.

Berangkat dari kekuatan ekonomi yang terus bertumbuh dan kekuatan militer yang juga tampak meningkat dari beberapa latihan yang digelarnya, kini Turki menjadi salah satu dari tiga pilar stabilitas dan kemajuan Timur Tengah.

Selain perbaikan ekonomi, perlahan tapi pasti, Erdogan dan pemerintahannya pun mulai melakukan perbaikan kultural umat islam. Meskipun tidak secara revolusioner, pelan-pelan praktik keislaman dalam ranah publik telah berhasil. Mulai dari pendidikan Islam di sekolah, pemakaian jilbab, dan sebagainya. Sekulersime yang ditanamkan selama beberapa dekade dan kekuatan militer sebagai penjaga anti Islam mulai runtuh.

Pencapaian inilah yang setidaknya membuat masysarakat Turki untuk tetap setia pada AKP. Memang dalam ranah politik praktis ini, masyarakat tidak melihat seberapa hebat idealism kita, atau seberapa hebat kemampuan retorika kita. Tapi masyarakat melihat apa yang bisa kita berikan bagi mereka secara nyata. Dan inilah yang berhasil diwujudkan AKP.

Selasa, 24 Mei 2011

Muslim Label


Seorang ikhwan dengan menggenakan jaket, berjalan dengan gagahnya menuju ke kampus. Di belakang jaketnya ada tulisan arab, di lengan sebelah kanannya ada emblem bendera Palestina dan di lengan kirinya ada emblem logo sebuah harakah. Kenapa tidak sekalian di jidad nya ada tulisan “ane aktivis haraki”- anonym

Kata-kata diatas adalah status facebook teman saya. Cukup menyentil, tapi bukan bermaksud menyindir. Teman saya menjuluki fenomena tersebut sebagai “muslim label”. Menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi sebuah individu ketika dia bisa bergabung dan ikut dalam suatu komunitas, atau organisasi tertentu. Karena dengan begitu, seolah kastanya akan naik satu derajat dibandingkan dengan  yang lainnya (yang tidak bergabung). Apalagi jika komunitas tersebut memiliki bargaining position yang tinggi di lingkungannya. Memang itu tidak dilarang. Cuma yang menjadi masalah adalah ketika individu tersebut sudah “cukup” puas dengan hanya ketergabungannya ke dalam komunitas tersebut, dan tidak mau berkontribusi atau bersumbang sih. Di undang rapat tidak pernah datang, di beri kerjaan tidak pernah beres. Dengan berbagai alasan dan pembenaran yang coba dimunculkan. Mulai dari segudang amanah lain yang menumpuk, jenuh dan sebagainya.

Uztad saya pernah berkata,” Jenjang atau posisi seseorang dalam suatu struktur tidak menentukan jenjang atau posisinya di surga. Karena yang dinilai bukanlah labelnya,tapi amalannya”. Ya, amalan atau apa yang telah kita kontribusikan itu yang lebih utama. Bergabungnya seseorang dalam organisasi ke-Islaman sekalipun, bukanlah jaminan tiket emas baginya untuk langsung masuk ke surge kelak. Organisasi atau lembaga, hanyalah sarana untuk memudahkan kita dalam beramal dan meningkatkan kualitas amal kita. Dr. Fathi Yakan pernah berkata “Bergabungnya seseorang dalam sauatu organisasi atau stuktur bukanlah suatu tujuan. Melainkan memperolah ridha Allah itulah tujuan yang paling utama”. Tentunya orang yang berada dalam organisasi atau lembaga itu,haruslah memiliki kualitas dan kuantitas amal yang lebih daripada mereka yang tidak bergabung di dalamnya. Karena disana mereka didukung oleh sebuah struktur yang terkonsep, yang dimana didalamnya ada tujuan nyata dan besar sedang menunggu. Beserta di dalamnya ada pembagian kerja yang jelas, ada tujuan amal yang jelas. Ada amal jama’ah disana. Selain itu, lingkungan ini diisi oleh individu yang memiliki tujuan yang sama, akan makin mengakselerasi kinerja kita. Saling membantu ketika kesulitan. Saling berbagi ketika kekurangan. Dan saling menasehati ketika terjadi ke-alpa-an. Sekali lagi, ada amal jama’ah disana. Dan ini yang meningkatkan kualitas dari pada,beramal secara sendiri.

Harus disadari, bisa jadi mungkin saudara kita yang berada diluar struktur memiliki amalan yang lebih bagus dari kita. Karena seperti ditekankan diatas, struktur atau organisasi hanyalah sarana. Jika kita tidak memanfaatkannya secara baik, maka kita tidak lebih baik dari mereka yang berada di luar stuktur atau kelompok. Amal. Kontribusi. Itulah yang menetukan produktif atau tidaknya kita. Bisa jadi kita hanyalah individu penambah beban jama’ah, yang tidak mau berkontribusi, tapi hanya mau cari eksistensi. Camkanlah pernyataan mursyid ‘aam ke dua ikhwan Hasan Al-Hudaibi ketika memecat lima orang anggota hai’ah ta’sisiyyah (dewan pendiri) ,“Bisa jadi mereka lebih mulia dari kita di mata Allah, namun mereka dikeluarkan semata-mata karena masalah organisasi”. Jadi, meminjam jargon sebuah organisasi kampus saya, bergeraklah atau kau akan tergantikan. Wallahu’alam

Minggu, 22 Mei 2011

Adakah usrah memisahkan kita?

Terkadang pelik, kita sudah hampir tidak mengenali kawan lama kita. hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak makan bersama, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak saling peduli satu sama lain, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak mau mengenali yang lain, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak berkunjung rumah itu, rumah sini, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak bermesra, bercerita tentang masalah-masalah, hanya karna kita tidak seusrah.

adakah usrah memisahkan kita? sedangkan yang selalu kita dengungkan adalah ukhuwwah fillah?

Rabu, 11 Mei 2011

Memenangkan Wacana Publik

 
            Setiap Individu dalam masyarakat demokrasi sama dengan individu yang lain. Semua sama-sama bebas dalam berpikir, berekspresi, dalam bertindak dan memilih jalan hidup. Tidak boleh ada rasa takut, tidak boleh ada tekanan, terutama dari pihak berkuasa. Kebebasan hanya dibatasi dengan kebebasan yang sama.
            Maka semua orang menikmati demokrasi. Para kapitalis menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberi akses ke semua sudut pasar potensial. Para buruh juga menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberi perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan bekerja. Kelompok minoritas dalam semua bentuknya, termasuk minoritas nilai (atau secara kasar disebut orang-orang yang menyimpang) juga menikmati demokrasi karena hak hidup mereka terlindungi disini.
            Tapi,kenikmatan ini ada harganya. Terutama bagi pembela kebenaran dan keadilan. Kita memang bebas berjuang disini,tanpa ada tekanan yang membatasi, tapi disisi lain para pelaku kemungkaran juga bebas melakukan  kemungkaran. Yang berlaku disini bukan hukum benar salah, tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal, walaupun salah. Dan sesuatu yang benar tapi tidak legal bisa dianggap salah. Begitulah aturan main demokrasi.