Kamis, 06 September 2012

Tarbiyah Li I'dad Qadatil Mustaqbal



Dalam satu kesempatan perjumpaan dengan seorang yang sudah kenyang dengan pengalaman tarbiyah, beiau berbagi cerita sebagai berikut:

"Kami memahami bahwa kami dulu ditarbiyah untuk menjadi qadatul mustaqbal. Diantara bentuk yang kami dapatkan dari murabbi kami, kalau kami datang kepada beliau untuk menyampaikan suatu masalah, maka beliau bertanya kepada kami: "Apa yang sudah antum lakukan terkait dengan masalah ini?". "Kami sudah meng-analisa sebab-sebabnya" jawab kami. "Lalu ?" tanya sang murabbi. "Kami pun sudah diskusikan langkah-langkah solusinya" jawab kami. "Apa saja langkah-langkah itu ?" tanya sang murabbi. "a, b, c, d, e, … dst" jawab kami. "Coba buat aulawiyatnya (prioritasnya) " kata sang murabbi.

Begitu seterusnya sehingga kami sampai kepada keputusan. Bukan keputusan sang murabbi, tapi keputusan kami.
Dengan cara tarbiyah seperti ini, kami merasa dihargai dan dipercaya untuk menghadapi masalah kami dan menyelesaikannya sekaligus, disamping pelajaran-pelajaran tarbiyah lainnya".

petikan dari taujih Musyafa Ahmad Rahim

Lingkaran Cahaya


Mungkin anda adalah peserta atau juga bahkan adalah pengisi, ataupun sekedar orang yang pernah melihat dan menemui fenomena seperti ini, di zaman ini:

“...ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.”
Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu”. Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.” (HR. Muslim)

Di tempat inilah disambung keteladanan sejarah. Di forum seperti yang dicontohkan para sahabat, para ghuraba’ (orang-orang terasing) masa kini mewujudkan sada Nabi bahwa mukmin itu cermin bagi mukmin yang lain Mereka saling bercermin diri, tentang perkembangan tilawah Al-Quran dan hafalannya, tentang shalat malamnya, dan tentang puasa sunnahnya. Semangatnya tergugah mendengar yang lain menyalip amal-amalnya. Ia jadi malu mendapati dirinya tak bisa mengatur waktu.

Mereka saling meyebutkan kabar gembira sampai semua merasa bahagia mendengar salah seorang sahabatnya mendapat nilai A. Mereka saling berbagi agar masalah tak terasa sendiri dihadapi. Ada yang bercerita tentang amanah-amanah dakwahnya yang katanya semakin mengasyikan, atau semakin menantang. Yang berkeluasan rizqi, mambawakan pisang goreng yang tadi pagi dibuat ibunya, atau mangga yang dipetik dari halaman rumahnya.