Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ahad 24 Juni waktu setempat, Lapangan Tahrir kembali dibanjiri oleh
ribuan masa dari segala penjuru Mesir. Namun kali ini mereka datang bukan untuk
berunjuk rasa. Alih-alih mereka semua larut dalam suasana penuh kesyukuran dan haru,
bersujud menayapaikan rasa terima kasihnya kepada Allah atas nikmat yang telah
berikan. Karena sesaat sebelumnya, lembaga penyelenggara pemilu setempat secara
resmi mengeluarkan pernyataan bahwa Dr Muhammad Mursi sebagai pemenang dalam
pemilihan umum presiden Mesir. Suatu kemenangan yang tidak hanya di syukuri
oleh para anggota Ikhwanul Muslimin, organisasi pengusung Mursi untuk maju
dalam pilpres Mesir melalui sayap politiknya Partai Keadilan dan Kebebasan, namun
juga disyukuri oleh masyarakat Mesir lainnya yang memilih dan menaruh harapan
besar di pundak Mursi.
Rentetan peristiwa yang diawali dari Revolusi Yasmin yang berhasil
menggulingkan diktator Mubarak dari kursi presidennya, lalu berlanjut dengan
diselenggarakan pemilu parlemen yang mengantarkan Partai Keadilan dan Kebebasan
sebagai partai peraih suara terbanyak dalam pemilu parlemen, dan ditutup dengan
peristiwa terpilihnya Muhammad Mursi yang juga kader partai ini sebagai
Presiden terpilih Mesir melalui pemilu, tentunya tidak pernah dibayangkan oleh
Ikhwanul Muslimin bakal terjadi secepat ini sebelumnya. Walaupun bisa jadi, Ikhwan sebenarnya sudah memvisikan hal
ini sejak lama. Namun jangan dimaknai bahwa memenangkan pemilu adalah tujuan
akhir dari Ikhwan. Karena terlalu sederhana jika tujuan dari amal politik
Ikhwan dimaknai hanya untuk memperoleh kemenangan dalam pemilu. Ada tujuan yang
jauh lebih besar, jauh lebih mulia dari itu. Dan memenangkan pemilu hanyalah salah
satu anak tangga dari puluhan anak tangga yang masih harus dilalui Ikhwan.
Meskipun Ikhwan sudah memenangkan kedua pemilu tersebut, namun jalan
yang akan dilalui Ikhwan kedepannya belumlah mulus. Husni Mubarak yang dulu
sangat berambisi untuk memberangus Ikhwan kini memang tengah duduk di kursi
pesakitan. Namun sejatinya pihak yang sangat ingin menghacurkan Ikhwan bukanlah
Mubarak, Shafiq atau bahkan Dewan Militer Mesir. Ada dalang yang lebih besar
disana, atau bisa dibilang ada invisible
hand, jika penulis boleh meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Adam
Smith, walaupun pemaknaannya berbeda. Invisible Hand yang mencengkeram hampir
semua pilar pemerintahan Mesir, sehingga memaksa beberapa elit untuk bermusuhan dengan
saudaranya sendiri. Baru-baru ini Dewan Militer Mesir melakukan pembubaran
parlemen dan pembekuan konstitusi, suatu hal yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Dewan Militer mengumumkan bahwa mereka mengambil alih kewenangan
legislatif selama tidak ada parlemen. Padahal sebelumnya Militer menyatakan
bahwa mereka akan menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan yang terpilih pada
bulan Juni ini. Namun beberapa manuver ini mengindikasikan bahwa sebenarnya
militer tidak ingin menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan sipil. Beberapa
pengamat mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh Dewan Militer ini bertujuan
untuk mencegah tersingkirnya mereka dari poros kekuasaan dan upaya untuk
mempertahankan eksistensi sisa rezim Mubarak.