Selasa, 24 Mei 2011

Muslim Label


Seorang ikhwan dengan menggenakan jaket, berjalan dengan gagahnya menuju ke kampus. Di belakang jaketnya ada tulisan arab, di lengan sebelah kanannya ada emblem bendera Palestina dan di lengan kirinya ada emblem logo sebuah harakah. Kenapa tidak sekalian di jidad nya ada tulisan “ane aktivis haraki”- anonym

Kata-kata diatas adalah status facebook teman saya. Cukup menyentil, tapi bukan bermaksud menyindir. Teman saya menjuluki fenomena tersebut sebagai “muslim label”. Menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi sebuah individu ketika dia bisa bergabung dan ikut dalam suatu komunitas, atau organisasi tertentu. Karena dengan begitu, seolah kastanya akan naik satu derajat dibandingkan dengan  yang lainnya (yang tidak bergabung). Apalagi jika komunitas tersebut memiliki bargaining position yang tinggi di lingkungannya. Memang itu tidak dilarang. Cuma yang menjadi masalah adalah ketika individu tersebut sudah “cukup” puas dengan hanya ketergabungannya ke dalam komunitas tersebut, dan tidak mau berkontribusi atau bersumbang sih. Di undang rapat tidak pernah datang, di beri kerjaan tidak pernah beres. Dengan berbagai alasan dan pembenaran yang coba dimunculkan. Mulai dari segudang amanah lain yang menumpuk, jenuh dan sebagainya.

Uztad saya pernah berkata,” Jenjang atau posisi seseorang dalam suatu struktur tidak menentukan jenjang atau posisinya di surga. Karena yang dinilai bukanlah labelnya,tapi amalannya”. Ya, amalan atau apa yang telah kita kontribusikan itu yang lebih utama. Bergabungnya seseorang dalam organisasi ke-Islaman sekalipun, bukanlah jaminan tiket emas baginya untuk langsung masuk ke surge kelak. Organisasi atau lembaga, hanyalah sarana untuk memudahkan kita dalam beramal dan meningkatkan kualitas amal kita. Dr. Fathi Yakan pernah berkata “Bergabungnya seseorang dalam sauatu organisasi atau stuktur bukanlah suatu tujuan. Melainkan memperolah ridha Allah itulah tujuan yang paling utama”. Tentunya orang yang berada dalam organisasi atau lembaga itu,haruslah memiliki kualitas dan kuantitas amal yang lebih daripada mereka yang tidak bergabung di dalamnya. Karena disana mereka didukung oleh sebuah struktur yang terkonsep, yang dimana didalamnya ada tujuan nyata dan besar sedang menunggu. Beserta di dalamnya ada pembagian kerja yang jelas, ada tujuan amal yang jelas. Ada amal jama’ah disana. Selain itu, lingkungan ini diisi oleh individu yang memiliki tujuan yang sama, akan makin mengakselerasi kinerja kita. Saling membantu ketika kesulitan. Saling berbagi ketika kekurangan. Dan saling menasehati ketika terjadi ke-alpa-an. Sekali lagi, ada amal jama’ah disana. Dan ini yang meningkatkan kualitas dari pada,beramal secara sendiri.

Harus disadari, bisa jadi mungkin saudara kita yang berada diluar struktur memiliki amalan yang lebih bagus dari kita. Karena seperti ditekankan diatas, struktur atau organisasi hanyalah sarana. Jika kita tidak memanfaatkannya secara baik, maka kita tidak lebih baik dari mereka yang berada di luar stuktur atau kelompok. Amal. Kontribusi. Itulah yang menetukan produktif atau tidaknya kita. Bisa jadi kita hanyalah individu penambah beban jama’ah, yang tidak mau berkontribusi, tapi hanya mau cari eksistensi. Camkanlah pernyataan mursyid ‘aam ke dua ikhwan Hasan Al-Hudaibi ketika memecat lima orang anggota hai’ah ta’sisiyyah (dewan pendiri) ,“Bisa jadi mereka lebih mulia dari kita di mata Allah, namun mereka dikeluarkan semata-mata karena masalah organisasi”. Jadi, meminjam jargon sebuah organisasi kampus saya, bergeraklah atau kau akan tergantikan. Wallahu’alam

Minggu, 22 Mei 2011

Adakah usrah memisahkan kita?

Terkadang pelik, kita sudah hampir tidak mengenali kawan lama kita. hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak makan bersama, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak saling peduli satu sama lain, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak mau mengenali yang lain, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak berkunjung rumah itu, rumah sini, hanya karna kita tidak seusrah.

kita sudah tidak bermesra, bercerita tentang masalah-masalah, hanya karna kita tidak seusrah.

adakah usrah memisahkan kita? sedangkan yang selalu kita dengungkan adalah ukhuwwah fillah?

Rabu, 11 Mei 2011

Memenangkan Wacana Publik

 
            Setiap Individu dalam masyarakat demokrasi sama dengan individu yang lain. Semua sama-sama bebas dalam berpikir, berekspresi, dalam bertindak dan memilih jalan hidup. Tidak boleh ada rasa takut, tidak boleh ada tekanan, terutama dari pihak berkuasa. Kebebasan hanya dibatasi dengan kebebasan yang sama.
            Maka semua orang menikmati demokrasi. Para kapitalis menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberi akses ke semua sudut pasar potensial. Para buruh juga menikmati demokrasi karena inilah payung politik yang memberi perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan bekerja. Kelompok minoritas dalam semua bentuknya, termasuk minoritas nilai (atau secara kasar disebut orang-orang yang menyimpang) juga menikmati demokrasi karena hak hidup mereka terlindungi disini.
            Tapi,kenikmatan ini ada harganya. Terutama bagi pembela kebenaran dan keadilan. Kita memang bebas berjuang disini,tanpa ada tekanan yang membatasi, tapi disisi lain para pelaku kemungkaran juga bebas melakukan  kemungkaran. Yang berlaku disini bukan hukum benar salah, tapi hukum legalitas. Sesuatu itu harus legal, walaupun salah. Dan sesuatu yang benar tapi tidak legal bisa dianggap salah. Begitulah aturan main demokrasi.