Senin, 25 Juni 2012

Ikhwanul Muslimin Paska Pemilu

*tulisan ini sudah dimuat di Dakwatuna

Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ahad 24 Juni waktu setempat, Lapangan Tahrir kembali dibanjiri oleh ribuan masa dari segala penjuru Mesir. Namun kali ini mereka datang bukan untuk berunjuk rasa. Alih-alih mereka semua larut dalam suasana penuh kesyukuran dan haru, bersujud menayapaikan rasa terima kasihnya kepada Allah atas nikmat yang telah berikan. Karena sesaat sebelumnya, lembaga penyelenggara pemilu setempat secara resmi mengeluarkan pernyataan bahwa Dr Muhammad Mursi sebagai pemenang dalam pemilihan umum presiden Mesir. Suatu kemenangan yang tidak hanya di syukuri oleh para anggota Ikhwanul Muslimin, organisasi pengusung Mursi untuk maju dalam pilpres Mesir melalui sayap politiknya Partai Keadilan dan Kebebasan, namun juga disyukuri oleh masyarakat Mesir lainnya yang memilih dan menaruh harapan besar di pundak Mursi.

Rentetan peristiwa yang diawali dari Revolusi Yasmin yang berhasil menggulingkan diktator Mubarak dari kursi presidennya, lalu berlanjut dengan diselenggarakan pemilu parlemen yang  mengantarkan Partai Keadilan dan Kebebasan sebagai partai peraih suara terbanyak dalam pemilu parlemen, dan ditutup dengan peristiwa terpilihnya Muhammad Mursi yang juga kader partai ini sebagai Presiden terpilih Mesir melalui pemilu, tentunya tidak pernah dibayangkan oleh Ikhwanul Muslimin bakal terjadi secepat ini sebelumnya. Walaupun bisa jadi, Ikhwan sebenarnya sudah memvisikan hal ini sejak lama. Namun jangan dimaknai bahwa memenangkan pemilu adalah tujuan akhir dari Ikhwan. Karena terlalu sederhana jika tujuan dari amal politik Ikhwan dimaknai hanya untuk memperoleh kemenangan dalam pemilu. Ada tujuan yang jauh lebih besar, jauh lebih mulia dari itu. Dan memenangkan pemilu hanyalah salah satu anak tangga dari puluhan anak tangga yang masih harus dilalui Ikhwan.

Meskipun Ikhwan sudah memenangkan kedua pemilu tersebut, namun jalan yang akan dilalui Ikhwan kedepannya belumlah mulus. Husni Mubarak yang dulu sangat berambisi untuk memberangus Ikhwan kini memang tengah duduk di kursi pesakitan. Namun sejatinya pihak yang sangat ingin menghacurkan Ikhwan bukanlah Mubarak, Shafiq atau bahkan Dewan Militer Mesir. Ada dalang yang lebih besar disana, atau bisa dibilang ada invisible hand, jika penulis boleh meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Adam Smith, walaupun pemaknaannya berbeda. Invisible Hand yang mencengkeram hampir semua pilar pemerintahan Mesir, sehingga memaksa beberapa elit untuk bermusuhan dengan saudaranya sendiri. Baru-baru ini Dewan Militer Mesir melakukan pembubaran parlemen dan pembekuan konstitusi, suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dewan Militer mengumumkan bahwa mereka mengambil alih kewenangan legislatif selama tidak ada parlemen. Padahal sebelumnya Militer menyatakan bahwa mereka akan menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan yang terpilih pada bulan Juni ini. Namun beberapa manuver ini mengindikasikan bahwa sebenarnya militer tidak ingin menyerahkan kekuasaan pada pemerintahan sipil. Beberapa pengamat mengatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh Dewan Militer ini bertujuan untuk mencegah tersingkirnya mereka dari poros kekuasaan dan upaya untuk mempertahankan eksistensi sisa rezim Mubarak.

Minggu, 10 Juni 2012

Tarbiyah ini untuk siapa ?

Asslamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Tarbiyah. Awalanya kata ini merupakan kata yang asing di telinga. Saya baru mengenal kata tarbiyah (dan juga sistem tarbiyah itu sendiri) ketika saya pertama kali kuliah di kampus STT Telkom Bandung. Dulu waktu SMA,saya bisa dikatakan termasuk anak begajulan. Ya walaupun tidak pernah sampai berkelahi dan tawuran,tapi dulu aktivitas saya sangat jauh dari aktivitas keagamaan. Barulah ketika saya menjejakkan kaki di kampus ini, dan dipertemukan dengan aktivitas mentoring agama (embrio awal tarbiyah),disinilah saya mulai bersinggungan dengan tarbiyah itu sendiri.

Awalnya saya tidak terlalu merasakan keuntungan dari tarbiyah tersebut. Pada waktu awal saya bahkan merasa,justru tarbiyah lah yang membutuhkan saya,dan orang-orang seperti saya. oleh karena itu tidak heran jika  para mentor (pengelola satu kelompok mentoring) sangat rajin untuk menekankan akan datang dalam tarbiyah, tanpa suatu alasan yang bisa saya terima secara logis waktu itu. Namun seiring waktu berjalan,perasaan dalam diri saya mulai berubah. Ada hal lain yang mebuat hati saya selalu tergerak untuk datang dalam aktivitas mentoring waktu itu. Ada hal yang berbeda ketika saya sempat terputus dari tarbiyah. Saya tidak merasakan lagi adanya siraman ketenangan yang walaupun hanya sepekan sekali namun itu sangat menentramkan. Saya tidak merakasan lagi ada orang yang selalu menanyakan kabar saya,tidak hanya kabar kesehatan jasmani,namun juga kabar kesehatan iman. Saya tidak merasakan lagi adanya sebuah visi besar yang rupanya selama ini selalu didengungkan oleh sang mentor,namun hati saya masih bias dalam menangkapnya sehingga saya tidak bisa mencernanya. Dan akhirnya saya menyadari bahwa pada dasaranya bukan tarbiyah yang membutuhkan kita,namun kitalah yang membutuhkan tarbiyah.

Disinilah kami bertemu,dengan wajah-wajah teduh yang memancarkan keimanan. Disinilah kami belajar,mengenal lebih dalam menyelami keindahan agama yang sempurna dan lengkap aturannya. Disini kami bersaudara,menyadari bahwa iman menyatukan kami,walaupun berbeda rupa,suku dan asal keluarga. Disini kami berubah untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik,dari kegelapan menuju cahaya. Disini kami merajut cita dan menjadi generasi islam,  menjadi representasi islam yang menebarkan kebaikan dan rahmat bagi alam semesta.

Sudah lebih dari empat tahu saya merasakan tarbiyah,dan saya mulai merasakan dampak yang signifikan pada saya. Saya kini tidak lagi hanya berposisi dalam "menerima", tapi saya juga harus bisa "memberi". Karena surga itu terlalu luas untuk dinikmati sendiri. Minimal saya ingin orang lain merasakan apa yang saya rasakan sekarang. Tapi jalan tarbiyah tidak semulus sperti yang dibayakangkan. Lebarnya tak bertepi dan pangkalnya tak berujung. Salah satu ujian yang datang adalah ketika beredar stigma  pada peserta tarbiyah tentang siapa yang berada dibelakang tarbiyah. Stigma negatif yang mengatakan bahwa tarbiyah tidak lain hanya sekedar bertujuan merekrut konstituen,barisan pendukung terhadap kelompok tertentu. Dan stigma ini pun sempat menimpa saya. Jika kita ingin menanyakan tentang suatu sistem,maka tanyalah kepada orang yang di sistem tersebut. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya kepada murabbi saya, murabbi saya pun menjawab dengan jawaban yang sudah saya duga.