Kamis, 01 Maret 2012

Agar Diri Menjadi Berkah (Kenapa harus menjadi mentor )

Assalmu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Menjadi orang yang mendapatkan keberkahan, tentulah menjadi cita-cita setiap orang. Kita sering mendapatkan kata berkah disandinkan dengan sesuatu hal yang bersifat agung dan bermanfaat. Barakah secara bahasa berarti kebaikan yang banyak dan tetap. Sedangkan menurut syariat berarti kebaikan yang banyak diberikan oleh Allah subhanahu wata'ala kepada siapa yang dikehendaki. Lalu bagaimana menjadi manusi yang mubarak ? dan apa kaitannya dengan menjadi murabbi/mentor ? Berikut saya ambil kutipan surat dari Ibnu Qayyim kepada Ala Al-Din, saudaranya.


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللهُ اَلْمَسْؤُوْلُ اَلْمَرْجُوُّ اْلإِجَابَةِ أَنْ يُحْسِنَ إِلَى اْلأَخِ عَلاَءِ الدِّيْنِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَيَنْفَعَ بِهِ، وَيَجْعَلَهُ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كَانَ، فَإِنَّ بَرَكَةَ الرَّجُلِ : تَعْلِيْمُهُ لِلْخَيْرِ حَيْثُ حَلَّ، وَنُصْحُهُ لِكُلِّ مَنْ اِجْتَمَعَ بِهِ. قَالَ تَعَالَى إِخْبَارًا عَنِ الْمَسِيْح أَيْ :
- مُعَلِّمًا لِلْخَيْرِ
- دَاعِيًا إِلَى اللهِ
- مُذَكِّرًا بِهِ
 مُرَغِّبًا فِيْ طَاعَتِهِفَهَذَا مِنْ بَرَكَةِ الرَّجُلِ، وَمَنْ خَلاَ مِنْ هَذَا، فَقَدْ خَلاَ مِنَ الْبَرَكَةِ، وَمُحِقَتْ بَرَكَةُ بَقَائِهِ وَالاِجْتِمَاعِ بِهِ، بَلْ تُمْحَقُ بَرَكَةُ مَنْ- لَقِيَهُ وَاجْتَمَعَ بِهِ، فَإِنَّهُ يُضَيِّعُ الْوَقْتَ فِي الْمَاجِرِيَّاتِ، وَيُفْسِدُ الْقَلْبَ، وَكُلُ آفَةٍ تَدْخُلُ عَلَى الْعَبْدِ فَسَبَبُهَا ضَيَاعُ الْوَقْتِ، وَفَسَادُ الْقَلْبِ، وَتَعُوْدُ بِضَيَاعِ حَظِّهِ مِنَ اللهِ وَنُقْصَانِ دَرَجَتِهِ وَمَنْزِلَتِهِ عِنْدَهُ، وَلِهَذَا وَصَّى بَعْضُ الشُيُوْخِ فَقَالَ : اِحْذَرُوْا مُخَالَطَةَ مَنْ تُضَيِّعُ مُخَالَطَتُهُ اَلْوَقْتَ، وَتُفْسِدُ الْقَلْبَ، فَإِنَّهُ مَتَى ضَاعَ الْوَقْتُ، وَفَسَدَ الْقَلْبُ اِنْفَرَطَتْ عَلَى الْعَبْدِ أُمُوْرُهُ كُلُّهَا، وَكَانَ مِمَّنْ قَالَ اللهُ فِيْهِوَمَنْ تَأَمَّلَ حَالَ هَذَا الْخَلْقَ وَجَدَهُمْ كُلَّهُمْ – إِلاَّ أَقَلَّ الْقَلِيْلِ – مِمَّنْ غَفَلَتْ قُلُوْبُهُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى وَاتَّبَعُوْا أَهْوَاءَهُمْ، وَصَارَتْ أُمُوْرُهُمْ وَمَصَالِحُهُمْ فُرُطًا، أَيْ فَرَطُوْا فِيْمَا يَنْفَعُهُمْ، بَلْ يَعُوْدُ بِضَرَرِهِمْ عَاجِلاً وَآجِلاً 

Dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Allahlah Dzat tempat kita meminta Yang Diharap Keterkabulannya. Semoga Dia berbuat ihsan kepada al-akh ‘Ala’ al-Din di dunia dan akhirat, menjadikannya orang yang bermanfaat dan membawa keberkahan di mana pun ia berada. Sebab, keberkahan seseorang ada pada:
  • Pengajarannya terhadap segala macam kebajikan di mana pun ia berada, dan
  • Nasehat yang ia berikan kepada semua orang yang ijtima’ (berkumpul, rapat) dengannya.
Saat menceritakan tentang nabi ‘Isa ’alaihi al-salam, Allah subhanahu wa ta’ala- berfirman:
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada”. (Maryam: 31)
Nabi ‘Isa ‘alaihi al-salam menjadi manusia yang membawa berkah adalah karena ia:
  1. Menjadi guru kebajikan
  2. Juru dakwah yang menyeru manusia kepada Allah subhanahu wa ta’ala
  3. Mengingatkan manusia tentang Allâh subhanahu wa ta’ala
  4. Mendorong dan memotivasi manusia untuk taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Inilah bagian dari keberkahan seseorang, siapa saja yang tidak memiliki hal ini, maka, ia telah kosong dari keberkahan, keberkahan eksistensi dan ijtima’ (berkumpul, rapat) dengannya telah dihapus, bahkan, keberkahan orang-orang yang liqa’ (bertemu) dan ijtima’ (berkumpul, rapat) dengannya juga dihapuskan, sebab, ia hanyalah:
  1. Membuang-buang waktu dalam kehidupan, dan
  2. Merusak hati.
Dan semua afat (bencana, problem, musykilah) yang datang kepada seorang manusia, penyebabnya adalah waktu yang tersia-sia dan hati yang rusak, dan keduanya merupakan akibat dari:
  1. Tersia-sianya “posisi” dia di sisi Allâh subhanahu wa ta’ala-, dan
  2. Turunnya tingkatan dan kedudukan dia di sisi Allâh subhanahu wa ta’ala
Oleh karena inilah, sebagian masyayikh berpesan:
“Waspadalah, jangan mukhalathah (berkumpul, bergaul) dengan seseorang yang menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan menyebabkan hari rusak, sebab, jika waktu telah terbuang sia-sia, dan hati rusak, maka segala urusan manusia menjadi berantakan, dan ia termasuk dalam cakupan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Al-Kahfi: 28).
Dan siapa saja yang mencermati keadaan manusia di bumi ini, ia akan mendapati bahwa mereka – kecuali sangat-sangat sedikit – termasuk dalam kategori:
  1. Orang-orang yang hatinya lalai dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala-
  2. Orang-orang yang mengikuti hawa nafsu
Akibatnya, segala urusan dan kemaslahatan mereka menjadi tercerai berai, tidak membawa manfaat kepada mereka, bahkan madharatnya malah menimpa mereka, baik urusan di dunia maupun akhirat.



Dari kutipan panjang di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa kita catat untuk kehidupan dakwah kita sekarang ini, antara lain:

Seseorang dapat menjadi sumber keberkahan, manakala memiliki sifat dan karakter sebagai berikut:
          1.  Menjadi guru untuk segala macam kebaikan
          2.  Memberi nasihat kepada semua orang yang ia temui dan yang berkumpul dengannya
          3.  Menjadi juru dakwah yang mengajak manusia untuk kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala
          4.  Menjadi pengingat manusia agar mereka tidak lalai
          5.  Memotivasi manusia untuk terus taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Wallahu'alam
*disadur dari taujih Musyafa Ahmad Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar