Senin, 05 Maret 2012

Stereotype Gerakan

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh


"Tujuan diatas segala tujuan kita saat ini adalah membuat ummat bersatu"
-Hasan Al Banna-

Dengan mata kepala sendiri, hari ini kita menyaksikan makin banyak timbulnya gerakan-gerakan islam di dunia (harakah islamiyah). Baik itu yang ruang lingkup geraknya masih eksis hanya dalam satu negara atau ada juga yang sudah menyebar di beberapa negara di dunia. Tidak hanya negara yang mayoritas penduduknya islam, bahkan di negara yang islam merupakan minoritas. Bahkan di negara yang selama ini dicap memusuhi kaum islam. Bagaikan cendawan di musim hujan, eksistensi harakah-harakah tersebut di dunia makin bertambah marak tiap harinya. Seiring dengan kembali munculnya semangat di tiap muslimin untuk membangkitkan kembali islam. Sayang, tujuan mulia yang sama-sama dipahami masing-masing harakah tersebut, tidak membuat mereka akur dalam menjalani aktivitasnya. Seharusnya keberadaan harakah-harkah tersebut bisa kembali menyatukan umat islam dalam satu barisan,bukan lagi terpecah-pecah bagaikan buih di lautan. Apa yang kita saksikan hari ini adalah banyak harakah itu yang terjebak dalam tabanni pendapat harakahnya dan mulai menyalahkan harakah lain. Sehingga alih-alih membuka pintu persatuan, yang ada malah kejumudan pada pendapat kelompoknya sendiri. Hal ini diperparah dengan cara mereka dalam memandang islam hanya dari satu sisi saja atau orientasi mereka yang kuat pada masa lalu yang telah lewat. Sebenarnya jika kita mau menarik garis merahnya, banyak persamaan yang ada dalam harakah tersebut dimana mereka bisa bekerjasama di dalamnya. Sayangnya sebagian mereka terlalu disibukkan dengan mengungkit-ngungkit perbedaan kecil yang sifatnay furu dan khilafiyah daripada bekerja sama dalam persamaan yang lebih banyak. Sehingga terbesit dalam pikiran saya bahwa terkadang dibutuhkan suatu kesabaran yang lebih dalam berdialog dengan "tetangga-tetangga" saya aktivis harakah daripada dengan "tetangga-tetangga" yang aktivis partai sekuler. Aqidah seharusnya bisa menyatukan kita,tapi ghurur dan kesombongan sudah mulai ramai dimunculkan dan menghancurkan ukhuwah antar kita semua. Saya khawatir, jika sikap seperti itu terus dimunculkan oleh para aktivis harakah tersebut, maka persatuan islam tidak lebih dari sekedar utopia belaka.


Seharusnya jika memang orientasi dakwah kita adalah menyeru kepada Allah, maka tidak ada keengganan atau keseganan ketika kita diminta untuk bekerja sama antar harakah, meskipun bendera kita berbeda. Kecuali jika orientasi dakwah kita adalah menyeru kepada golongan, maka rasa keengganan itu akan muncul. rasa paranoid takut tersaingi,atau merebut lahan dakwah mereka, selalu menghantui dan menjadi barrier dalam bekerja sama tersebut.

Jika kita bicara tentang dakwah, maka kita tidak hanya bicara masalah tujuan, tapi juga strategi untuk 
mencapai ketujuan tersebut. Masalah strategi dan lain-lain, adalah suatu ranah ijtihad tabthiqi. Dan ini debatable. Mau didebat sampai khilafah kembali berdiri juga tidak bakalan selesai. Kompromi dalam permasalahan publik (muammalah), adalah harga peradaban. Bukan peniadaan prinsip. Karena yang kita inginkan adalah membumikan islam dalam kehidupan nyata.Kita tidak ingin islam hanya berderet rapi di rak-rak buku. kita tidak ingin islam hanya ada di mimbar dan di masjid. kita ingin islam masuk ke seluruh sendi-sendi kehidupan dalam akhlaq muamalah. Islam diterapkan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di pasar hingga di parlemen. Oleh karena itu dalam hal ini, butuh strategi yang komprehensif. Bukan hanya bicara masalah sistem yang ideal, atau bagaimana main aman. Terkadang kita perlu keluar dari zona nyaman. dan disinilah terkadang benturan-benturan itu terjadi.

Memang mudah mengomentari orang yang sedang melakukan suatu pekerjaan,sedang kita tidak ikut didalamnya.  Kita takkan dipermalukan selama kita tak berdiri di bawah lampu sorot itu.  Kita bisa bilang ini-itu gampang, yang ini sudah jelas aturannya, yang itu sudah pasti keharamannya, tapi mungkin saja kita telah mengalami delusi setelah mendengar kehebatan orang lain, seolah-olah kehebatan itu adalah milik kita.  Kemudian kita pun marah ketika orang lain tak mampu memiliki kehebatan yang sama, seolah-olah semuanya itu adalah perkara gampang.  Mudah menghindari fitnah korupsi kalau pekerjaanya hanya jualan sari kurma di rumah. Tidak akan mengalami fitnah politik, orang yang pekerjaanya hanya berteriak-teriak dengan TOA atau sekedar menyebar buletin. Tidak akan terkilir kalau tak pernah bermain bola, takkan tertembak musuh kalau tak ikut berjuang.  Jalan yang licin memang membuat banyak orang tergelincir, kecuali mereka yang memutuskan untuk mengurung diri dan berlindung di dalam rasa aman mereka yang semu.

Adakalanya memang saudara kita pasti terjatuh dalam menyusuri jalan yang dipilihnya. Tapi jangan jadikan itu sebagai bahan ejekkan dan sarana menelanjangi kehormatannya. Bukan nasihat namanya jika kita mempublikasi tergelincirnya saudara kita tersebut. Itu namanya pembentukkan opini publik yang negatif. Nasihat lah langsung ke orangnya, bukan lewat media massa.

Sudah cukup jemu diri ini dengan segala perdebatan. Sudah cukup jenuh melihat segala hujjah-hujjah yang meraka lontarkan. Kelak bila waktunya tiba, saya yakin, kita semua akan saling bertegur sapa penuh kasih sayang.

Wallahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar