Rabu, 25 April 2012

Review Buku Dilema PKS


Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Setelah beberapa lama tidak mengupdate blog,akhirnya berkesempatan juga untuk kembali menulis saat ini. Dalam tulisan ini,saya ingin menulis tentang buku yang baru saja saya beli dan saya baca, yaitu “Dilema PKS, Suara dan Syariah” karya Burhanuddin Muhtadi terbitan KPG. Pertama kali saya mendapatkan informasi tentang buku ini dari kawan saya yang berkunjung ke Islamic Book Fair di Jakarta pada Maret lalu. Beliau mengatkan bahwa  buku ini (Dilema PKS) menjadi primadona dalam IBF kemarin. Bahkan sebelum IBF ditutup, buku ini sudah habis di beberapa stand. Terdorong oleh rasa penasaran,esok harinya saya langsung pergi ke toko buku Gramedia di Bandung.  Dan Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan buku ini.  Ini adalah buku kedua yang sudah saya baca yang mengulas tentang PKS (dan ditulis oleh seorang outsider PKS). Buku pertama yang saya baca adalah “Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer” karya Aay Muhammad Fukron terbitan Teraju.  Alasan kenapa saya cukup tertarik terhadap tulisan mengenai partai ini adalah, karena menurut saya PKS merupakan salah satu partai yang paling fenomenal dalam jagad politik Indonesia saat ini. Walaupun dalam sejarah PKS belum pernah menjadi partai pemenang dalam Pemilu yang pernah diselenggarakan (bahkan masuk dalam tiga besar pun belum pernah), namun kehadirannya cukup mendapat perhatian public. Tidak hanya di Indonesia,bahkan pengamat politik manca negara pun juga menaruh perhatian terhadap partai ini. Terbukti dari literature yang digunakan Burhanuddin Muhtadi dalam menyusun buku ini pun juga banyak berasal dari tulisan pengamat politik dari manca negara yang menulis tentang PKS. Setiap apa yang dilakukan oleh partai ini,selalu menjadi konsumsi media. Mulai dari yang mengundang decak kagum hingga cacian. PKS memang selalu penuh dengan kejutan. Element of surprise.  Mungkin kata-kata ini yang bisa menggambarkan perilaku PKS. Tidak jarang manuvernya yang mendadak dan tidak diprediksi oleh orang lain sebelumnya,menimbulkan tanda tanya ataupun kejutan. Misal,keputusan menjadi partai terbuka,berlaku berbeda dengan mainstream kalangan koalisi Setgab dan lain-lain. Entah disengaja atau tidak,sepertinya unsur element of surprise yang dimiliki PKS hampir sama dengan yang selalu dilakukan oleh sebuah gerakan yang katanya menjadi inspirator PKS yaitu Ikhwanul Muslimin. Kita lihat bagaimana dulu ketika revolusi Mesir,ditengah maraknya unjuk rasa,tiba-tiba Ikhwan mengumumkan mundur dari aksi demonstrasi. Atau ketika Ikhwan melalui partai Al Hurriyyah wal ‘Adalah yang memenangi pemilu di Mesir,justru memiliih membangun koalisi dengan partai liberal daripada dengan partai An Nur yang berafiliasi terhadap islam. Entah apa maksud dibalik itu semua. Tapi menurut saya,ada unsur  “kecerdasan” tersembunyi di balik keputusan itu semua. Kecerdasan yang terkadang dipandang sebagai sikap inkonsistensi oleh sebagian pihak. Kecerdasan yang merupakan buah pemikiran berlandaskan prinsip syuro yang mucul akibat kematangan dalam bersikap dan kedewasaan dalam mengambil keputusan.

Setelah hampir satu bulan,akhirnya saya selesai membaca buku ini. dan rasa penasaran saya terbayarkan dengan memuaskan. Buku ini adalah manifesto tesis  Burhanuddin Muhtadi, maka bahasa yang digunakan pun bahasa akademisi, bukan bahasa jurnalis. Sehingga enak ketika menikmatinya. Selain itu, berbeda dengan buku-buku sebelumnya  tentang PKS yang pernah saya baca, buku ini tidak hanya mengulas tentang latar belakang dan perilaku politik PKS secara umum sebagai partai politik, tapi juga mengulas basis pergerakan social (social movement) dari partai ini yang juga merupakan  tulang punggung eksistensi partai ini. Burhanuddin banyak mengulas tentang basis social partai ini yang berakar dari sebuah gerakan bernama tarbiyah yang berhasil menyokong partai ini. Dan inilah yang membuat pergerakan PKS berbeda denga partai lainnya. PKS seolah bermain di dua dunia. Dunia politik sebagai konsekuensi keberadaanya sebagai parpol,serta dunia social melalui gerakan yang bernama tarbiyah dengan cara melakukan perbaikan di lingkungan masyarakat, dan juga dalam rangka menjaring konstituen partai ini.

Hal lain yang diangkat Burhanuddin adalah titik dimana PKS mengalami “dilema” ketika partai ini bermanuver dalam Mukernas di Jakarta dengan mendeklarasikan dirinya sebagai partai terbuka. Walaupun para petinggi PKS mengatakan bahwa milestone sebagai partai terbuka sebenarnya sudah ditulis dalam platform kebijakan partai ini jauh sebelum di launching dalam mukernas itu,tapi tidak bisa dipungkiri bahwa keputusan ini menimbulkan ekses kedalam bagi kader PKS. Paradigma jika inklusifisme partai ini merupakan indikasi bahwa tujuan PKS saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan semula partai ini didirikan, mulai berhembus kedalam konstituen partai ini yang terkenal dengan loyalitasnya. PKS selama ini memang terkenal dengan loyalitas kadernya. Jika ada keputusan apapun dari pimpinan,maka semua kader akan siap menjalankannya dengan penuh loyalitas,apapun instruksinya. Saya jadi teringat apa yang ditulis oleh Tan Malaka dalam bukunya Aksi Massa  bahwa “keputusan yang setengah betul tetapi dengan gembira dikerjakan oleh seluruh barisan anggota lebih baik daripada keputusan yang bagus sekali tetapi dikhianati oleh setengah anggota”. Dan sepertinya prinsip itu dipegang teguh oleh kader PKS. Menurut analisis Burhanuddin, alasan kenapa PKS mendeklarasikan dirinya sebagai partai terbuka adalah dalam rangka memperluas jangkauan ceruk pasar  konstituennya. PKS sudah tidak lagi mengandalkan segment masyarkat islam terdidik yang biasanya menjadi ceruk pasar partai politik islam,namun PKS mulai menjangkau masyarakat umum. Burhanuddin menganggap ini sebagai bentuk ketidak percayaan diri PKS terhadap elaktibilitas yang bisa ditunjang dengan hanya mengadalkan konstituen yang selama ini sudah ada saja. Dan meurut Burhanuddin,keputusan inilah yang akhirnya menimbulkan pro kontra di kalangan konstituen lainya yang selama ini sudah loyal,dan mulai menimbulkan ketidak percayaan. Dan menurtul analisisa singkatnya sepertinya keputusan deklarasi sebagai partai terbuka dalam rangka menjangkau konstituen yang lebih luas, memang belum efektif. Terbukti dari hasil pemilu 2009,dimana peningkatan suara PKS secara prosentase tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan peningkatan yang diraih ketika pemilu 2004. Namun setidaknya,torehan PKS dalam pemilu 2009 ini lebih baik dari pada partai-partai besar lain yang lebih dulu ada, yang mengalami kerontokan suara pemilih akibat muculnya partai fenomenal lainnya yaitu Partai Demokrat.

Politik memang bukan matematika,tapi politik butuh matematika. Dengan artian politik butuh kalkulasi yang akurat ketika mengeluarkan suatu kebijakan atau tindakan dalam rangka merekrut konstituen. Salah perhitungan terkadang bisa menimbulkan terjadinya diferensial terhadap elektabilitas suatu parpol. Bukan berarti mengatakan bahwa keputusan PKS kali ini kurang tepat,namun bisa jadi hanya belum didapatkan hasil pastinya saja. Karena ruang gerak dalam dunia politik bukanlah suatu dimensi kosong yang bisa kita prediksikan elektabilitas akhir suatu partai hanya dengan mengkalkulasi dan menganalisis kebijakan partai tersebut diawal. Banya factor perubah dalam dimensi politik ini. dan segalanya bisa mungkin terjadi seiring waktu berjalan dan lepas dari prediksi. Dan menakar perilaku masyarakat tidak bisa dilakukan hanya dengan teori. Teori hanya memprediksi,selebihnya realita lah yang menunjukkan. Terkait apakah keputusan PKS ini menimbulkan dilemma dikalangan konstituennya, itu kembali ke pemikiran masing-masing individunya. Jika saya meminjam kata-kata Anis Matta,disinilah karakter seseorang akan nampak,apakah ia matang secara tarbiyah atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar