Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah beberapa lama tidak
mengupdate blog,akhirnya berkesempatan juga untuk kembali menulis saat ini.
Dalam tulisan ini,saya ingin menulis tentang buku yang baru saja saya beli dan
saya baca, yaitu “Dilema PKS, Suara dan Syariah” karya Burhanuddin Muhtadi
terbitan KPG. Pertama kali saya mendapatkan informasi tentang buku ini dari
kawan saya yang berkunjung ke Islamic Book Fair di Jakarta pada Maret lalu.
Beliau mengatkan bahwa buku ini (Dilema
PKS) menjadi primadona dalam IBF kemarin. Bahkan sebelum IBF ditutup, buku ini
sudah habis di beberapa stand. Terdorong oleh rasa penasaran,esok harinya saya
langsung pergi ke toko buku Gramedia di Bandung. Dan Alhamdulillah saya berhasil mendapatkan
buku ini. Ini adalah buku kedua yang
sudah saya baca yang mengulas tentang PKS (dan ditulis oleh seorang outsider
PKS). Buku pertama yang saya baca adalah “Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi
dan Praksis Politik Kaum Muda Muslimin Indonesia Kontemporer” karya Aay Muhammad
Fukron terbitan Teraju. Alasan kenapa
saya cukup tertarik terhadap tulisan mengenai partai ini adalah, karena menurut
saya PKS merupakan salah satu partai yang paling fenomenal dalam jagad politik
Indonesia saat ini. Walaupun dalam sejarah PKS belum pernah menjadi partai
pemenang dalam Pemilu yang pernah diselenggarakan (bahkan masuk dalam tiga
besar pun belum pernah), namun kehadirannya cukup mendapat perhatian public.
Tidak hanya di Indonesia,bahkan pengamat politik manca negara pun juga menaruh
perhatian terhadap partai ini. Terbukti dari literature yang digunakan
Burhanuddin Muhtadi dalam menyusun buku ini pun juga banyak berasal dari
tulisan pengamat politik dari manca negara yang menulis tentang PKS. Setiap apa
yang dilakukan oleh partai ini,selalu menjadi konsumsi media. Mulai dari yang
mengundang decak kagum hingga cacian. PKS memang selalu penuh dengan kejutan. Element
of surprise. Mungkin kata-kata ini
yang bisa menggambarkan perilaku PKS. Tidak jarang manuvernya yang mendadak dan
tidak diprediksi oleh orang lain sebelumnya,menimbulkan tanda tanya ataupun
kejutan. Misal,keputusan menjadi partai terbuka,berlaku berbeda dengan
mainstream kalangan koalisi Setgab dan lain-lain. Entah disengaja atau
tidak,sepertinya unsur element of surprise yang dimiliki PKS hampir sama
dengan yang selalu dilakukan oleh sebuah gerakan yang katanya menjadi
inspirator PKS yaitu Ikhwanul Muslimin. Kita lihat bagaimana dulu ketika
revolusi Mesir,ditengah maraknya unjuk rasa,tiba-tiba Ikhwan mengumumkan mundur
dari aksi demonstrasi. Atau ketika Ikhwan melalui partai Al Hurriyyah wal ‘Adalah
yang memenangi pemilu di Mesir,justru memiliih membangun koalisi dengan partai
liberal daripada dengan partai An Nur yang berafiliasi terhadap islam. Entah
apa maksud dibalik itu semua. Tapi menurut saya,ada unsur “kecerdasan” tersembunyi di balik keputusan
itu semua. Kecerdasan yang terkadang dipandang sebagai sikap inkonsistensi oleh
sebagian pihak. Kecerdasan yang merupakan buah pemikiran berlandaskan prinsip syuro
yang mucul akibat kematangan dalam bersikap dan kedewasaan dalam mengambil
keputusan.
Setelah hampir satu
bulan,akhirnya saya selesai membaca buku ini. dan rasa penasaran saya
terbayarkan dengan memuaskan. Buku ini adalah manifesto tesis Burhanuddin Muhtadi, maka bahasa yang
digunakan pun bahasa akademisi, bukan bahasa jurnalis. Sehingga enak ketika
menikmatinya. Selain itu, berbeda dengan buku-buku sebelumnya tentang PKS yang pernah saya baca, buku ini
tidak hanya mengulas tentang latar belakang dan perilaku politik PKS secara
umum sebagai partai politik, tapi juga mengulas basis pergerakan social (social
movement) dari partai ini yang juga merupakan tulang punggung eksistensi partai ini.
Burhanuddin banyak mengulas tentang basis social partai ini yang berakar dari
sebuah gerakan bernama tarbiyah yang berhasil menyokong partai ini. Dan inilah
yang membuat pergerakan PKS berbeda denga partai lainnya. PKS seolah bermain di
dua dunia. Dunia politik sebagai konsekuensi keberadaanya sebagai parpol,serta
dunia social melalui gerakan yang bernama tarbiyah dengan cara melakukan
perbaikan di lingkungan masyarakat, dan juga dalam rangka menjaring konstituen
partai ini.
Hal lain yang diangkat
Burhanuddin adalah titik dimana PKS mengalami “dilema” ketika partai ini
bermanuver dalam Mukernas di Jakarta dengan mendeklarasikan dirinya sebagai
partai terbuka. Walaupun para petinggi PKS mengatakan bahwa milestone sebagai
partai terbuka sebenarnya sudah ditulis dalam platform kebijakan partai ini
jauh sebelum di launching dalam mukernas itu,tapi tidak bisa dipungkiri bahwa
keputusan ini menimbulkan ekses kedalam bagi kader PKS. Paradigma jika
inklusifisme partai ini merupakan indikasi bahwa tujuan PKS saat ini sudah
tidak sesuai lagi dengan tujuan semula partai ini didirikan, mulai berhembus
kedalam konstituen partai ini yang terkenal dengan loyalitasnya. PKS selama ini
memang terkenal dengan loyalitas kadernya. Jika ada keputusan apapun dari
pimpinan,maka semua kader akan siap menjalankannya dengan penuh
loyalitas,apapun instruksinya. Saya jadi teringat apa yang ditulis oleh Tan
Malaka dalam bukunya Aksi Massa bahwa “keputusan
yang setengah betul tetapi dengan gembira dikerjakan oleh seluruh barisan
anggota lebih baik daripada keputusan yang bagus sekali tetapi dikhianati oleh
setengah anggota”. Dan sepertinya prinsip itu dipegang teguh oleh kader PKS.
Menurut analisis Burhanuddin, alasan kenapa PKS mendeklarasikan dirinya sebagai
partai terbuka adalah dalam rangka memperluas jangkauan ceruk pasar konstituennya. PKS sudah tidak lagi mengandalkan
segment masyarkat islam terdidik yang biasanya menjadi ceruk pasar partai
politik islam,namun PKS mulai menjangkau masyarakat umum. Burhanuddin
menganggap ini sebagai bentuk ketidak percayaan diri PKS terhadap elaktibilitas
yang bisa ditunjang dengan hanya mengadalkan konstituen yang selama ini sudah
ada saja. Dan meurut Burhanuddin,keputusan inilah yang akhirnya menimbulkan pro
kontra di kalangan konstituen lainya yang selama ini sudah loyal,dan mulai
menimbulkan ketidak percayaan. Dan menurtul analisisa singkatnya sepertinya
keputusan deklarasi sebagai partai terbuka dalam rangka menjangkau konstituen
yang lebih luas, memang belum efektif. Terbukti dari hasil pemilu 2009,dimana
peningkatan suara PKS secara prosentase tidak terlalu signifikan jika dibandingkan
dengan peningkatan yang diraih ketika pemilu 2004. Namun setidaknya,torehan PKS
dalam pemilu 2009 ini lebih baik dari pada partai-partai besar lain yang lebih
dulu ada, yang mengalami kerontokan suara pemilih akibat muculnya partai
fenomenal lainnya yaitu Partai Demokrat.
Politik memang bukan
matematika,tapi politik butuh matematika. Dengan artian politik butuh kalkulasi
yang akurat ketika mengeluarkan suatu kebijakan atau tindakan dalam rangka
merekrut konstituen. Salah perhitungan terkadang bisa menimbulkan terjadinya
diferensial terhadap elektabilitas suatu parpol. Bukan berarti mengatakan bahwa
keputusan PKS kali ini kurang tepat,namun bisa jadi hanya belum didapatkan
hasil pastinya saja. Karena ruang gerak dalam dunia politik bukanlah suatu dimensi
kosong yang bisa kita prediksikan elektabilitas akhir suatu partai hanya dengan mengkalkulasi dan menganalisis kebijakan partai tersebut diawal. Banya factor
perubah dalam dimensi politik ini. dan segalanya bisa mungkin terjadi seiring
waktu berjalan dan lepas dari prediksi. Dan menakar perilaku masyarakat tidak
bisa dilakukan hanya dengan teori. Teori hanya memprediksi,selebihnya realita
lah yang menunjukkan. Terkait apakah keputusan PKS ini menimbulkan dilemma
dikalangan konstituennya, itu kembali ke pemikiran masing-masing individunya.
Jika saya meminjam kata-kata Anis Matta,disinilah karakter seseorang akan
nampak,apakah ia matang secara tarbiyah atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar