Sesungguhnya
islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing,
maka berbahagialah orang-orang yang dikatakan asing-Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.
Penyebab
dari ini semua tak lain adalah pengaruh dari musuh islam yang berusaha
menjauhkan orang islam dari agamanya. Infiltrasi pemikiran, deras dilakukan
melalui berbagai sarana dan media. Media intomasi, pendidikan, politik dan
kekuasaan,yang sudah dikuasai musuh islam makim membenamkan umat islam dalam
keterpurukan. Arus liberalism yang masuk melalui berbagai media komunikasi yang
sekarang sudah menginjak ke ranah informasi terbuka makin memperlancar upaya
pemisahan nilai islam dari para pengikutnya. Belum lagi dari segi
politik,dimana kini hampir semua negara islam berada di bawah pengaruh kekuasaan
politik para musuh islam. Dengan kekuasaanya mereka membatasi penyebaran fikrah
islam dalam suatu negeri, alih-alih mereka juga gencar menginfiltrasi pemikiran
liberal dan sekuler. “Demokrasi dalam islam, keadilan dalam islam dan kebaikan
dalam islam boleh dibahas dalam buku, majalah dan jurnal-jurnal. Tapi
memerintah dalam islam, perundang-undangan dalam islam, dan juga kemenangan
dalam islam, tak satupun boleh disentuh dan diperbincangkan. Tidak lewat pena,
tidak lewat kata, tidak pula lewat fatwa.” Ketakutan Sayyid Quthb ini, kini menjadi
kenyataan yang terjadi hampir di semua negeri islam. Kekuatan-keuatan yang
mencengkram itu bagaikan garam dalam masakan. Terasa rasanya, namun tidak
diketahui bagaimana wujudnya. Tidak lain, tidak bukan, tujuan mereka adalah
untuk menghambat tumbuhnya embrio-embrio pergerakan untuk mengembalikan umat
islam ke dalam jalan yang sebenarnya.
Islam tidak menghendaki penganutnya hidup
dalam kondisi kekolotan. Hidup selaras dalam kemajuan perdaban dengan didasari
nilai-nilai islam bukanlah suatu kemustahilan. Karena pada dasarnya dalam islam
dikenal prinsip Tsawabit(hal yang tetap) dan Muthaghaiyirat(hal yang bisa
berubah), sehingga memungkinkan agama ini untuk berkembang dalam kedinamisan,
tanpa meninggalkan nilai syariat yang tetap. Islam juga bukan agama yang keras.
Dalam islam sendiri pun ditekankan bahwa sesunggunya tidak ada paksaan dalam
memeluk agama. Kini sudah saatnya kita kembali gencar menyuarakan umat islam
untuk kembali kedalam nilai-nilai islam yang sebenarnya. Semangat untuk
mengembalikan kembali kejayaan islam sebagai rahmmatan lil’alamin sudah mulai bermunculan. Saatnya
kita bergerak bersama untuk menyonsong kejayaan islam yang sudah lama kita
benamkan.
Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar