Rabu, 21 September 2011

Apakah Keputusan Syuro Tidak Mungkin Salah ?

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Jujur, sebetulnya pertanyaan ini sering sekali ada di benak saya. Ketika ada kebijakan dari atas, atau hasil keputusan syuro yang tidak bisa saya rasionalisasi, dan ketika itulah pertanyaan ini muncul, sebagai penolakan saya terhadap hasil syuro tersebut. Atau sebagai pembelaan atas ketidak setujuan saya. Saya sebenarnya termasuk orang yang susah untuk merasionalisasikan suatu keputusan. Menurut saya, segala sesuatu itu tidak hanya harus taktis. Tapi segala seuatu tersebut harus tetap memiliki "aturan main". Namun sering kali, rasa ketidakterimaan itu berhasil diredam oleh ustadz saya dengan kata-kata tsiqah dan taat. Tapi disuatu kondisi terkadang kedua kata sakti itu tidak mempan, dan terpaksa saya harus berdiskusi panjang dengan beliau, dan akhirnya - pada mayoritas kasus - saya sampai pada satu kesimpulan bahwa, bukan hasil syuro nya yang salah, tapi salah ada pada saya yang sudah tidak berilmu, suudzan pula.
Tapi masih saja mengganjal dalam benak saya, benarkah hasil keputusan syuro itu selalu benar ? Setelah membacara beberapa tulisan, akhirnya saya berpendapat bahwa, mungkin saja ada kesalahan pada keputusan syuro. Dua hakikat yang harus kita pahami tentang hasil syuro adalah :



  1. Pada dasarnya hasil keputusan syuro adalah buah pikiran dari beberapa manusia biasa yang rentan akan timbul kesalahan, karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu. Keputusan syuro bukanlah wahyu dari Allah. Ataupun sebuah postulat, yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Inilah adalah hasil buah pemikiran manusia, hasil dari ijtihad yang bersifat jama'i dimana kemungkinan benar-salah selalu menyertainya.
  2. Ranah dimana hasil ijtihad tersebut diputuskan - maksudnya adalah ranah penentuan dan pendefinisian maslahat bersama pada suatu masa dan kondisi tertentu - adalah ranah yang bersifat dinamis dan cepat berubah. Oleh sebab itu, apa yang diputuskan sebagai maslahat hari ini, bisa jadi merupakan mudharat untuk keesokan harinya. Akan tetapi, mudharat yang muncul pada keesokan hari tidaklah menghapus maslahat yang pernah ada kemarin. Karena maslahat dan mudharat tersebut muncul pada waktu dan kesempatan yang berbeda.

Karena itulah dalam beberapa syuro , terkadang harus disertai dengan yang namanya antisipasi resiko, sebagai bahan antisipasi terhadap terjadinya kesalahan. Misal, jika keputusan syuro memutuskan untuk mencalonkan atau memberi dukungan kepada seseorang dalam Pemilu, maka keputusan ini harus disertai dengan keputusan-keputusan lain yang bersifat antisipatif.Sehingga dapat menurunkan tingkat resiko pada keputusan tersebut.
Sekalipun ada kemungkinan benar-salah pada hasil ijtihad syuro, bukan berarti kita bisa berlepas diri begitu saja ketika hasil syuro tersebut tidak sejalan dengan pemikiran kita. Ada kaidah yang mengatakan bahwa keputusan syuro itu mengikat, bagi para pelaku syuro dan pengikutnya. Laa inkara fi masail ijtihadiyah - tidak ada pengingkaran terhadap hasil ijtihad - . Begitulah kaidah yang dipahami oleh para ulama seperti Imam As Suyuthi dan Imam An Nawawi. Kaidah ini diambil setelah mempelajari bagaimana perilaku Rasulullah dan para sahabat dalam menyikapi hasil ijtihad, sekalipun itu bertentangan dengan pendapat awalnya. Misal pada peristiwa syuro menjelang perang Uhud. Faidza 'azamta fatawakkal 'alallah. Jika kita sudah bertekad dan berazam terhadap suatu keputusan, maka kerjakanlah. Hasilnya kita serahkan kepada Allah.
Wallahu'alam

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar