Selasa, 21 Juni 2011

Arkanul Bai'ah

Yang dimaksud dengan Arkanul Bai’ah disini adalah rukun-rukun bai’at yang dikumpulkan oleh Imam Hasan Al Banna kepada mujahidin dari Ikhwanul Muslimin yang tercantum dalam Risalah Ta’lim Wal Usar. Risalah ini ditulis oleh Imam Hasan Al Banna ditengah-tengah perpecahan yang terjadi dalam gerakan-gerakan sebagai Islah atau reformasi kembali untuk menyatukan semua kaum muslimin. Setalah ke khalifahan Turki Ustmani runtuh muncul banyak gerakan/jamaah untuk kembali memperbaiki keadaan umat Islam. Namun sayangnya banyak dari gerakan ini bersifat parsial dal melakukan gerakan perbaikan dan antara satu gerakan dan gerakan lain sering tidak akur dan saling menjatuhkan,mempermasalahkan perbedaan yang sedikit dan sifatnya furu’ dan ikhtilaf,daripada sekian banyak persamaan yang dimiliki. Didasari oleh realitas itulah,maka Imam Hasan Al Banna memformulasikan suatu kerangka berpikir untuk menyatukan semua gerakan penyadaran umat ini untuk bahu-membahu. Risalah ini ditulis Imam Hasan Al Banna pada tahun 1943 M. risalah ini termasuk risalah yang terpenting yang ditulis oleh beliau. Bahkan Ustadz Abdul Halim Mahmud menganggapnya sebagai puncak dan intisari dari semua risalah yang beliau tulis. Risalah ini berisi strategi jamaah Ikhwan dalam tarbiyah dan pembentukan kader. Juga berisi tentang tujuan-tujuan dakwah dan perangkat untuk mencapai tujuan tersebut. Imam Hasan Al Banna menulis risalah ini untuk para ikhwan yang tulus, para mujahdi atau yang disebut dengan kader inti Ikhwan. Dimana gaya bahasa yang dipakai adalah gaya bahasa Instruksi untuk beramal, bukan sekadar pembicaraan.
Di awal dari Risalah ini,Imam Hasan Al Banna mengatakan “Rukun Bai’at kita ada sepuluh, hafalkanlah… “. Dari kalimat pembuka tersebut,ada tiga kata yang menjadi perhatian. Yaitu Arkan,Bai’at dan Infazuha (hafalkanlah).


Arkan berasal dari kata rukun,dalam bentuk jamak. Menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya Syarah Ar Kanul Bai’ah 1 Alfahmu, kata ini memiliki arti pilar utama, atau salah satu pilar yang menjadi fondasi bangunan sesuatu,atau pilar yang apabila ditinggalkan maka batal suatu pekerjaan dan dan tidak memiliki kekuatan lagi. Atau juga bisa berarti pilar tekuat. Atau masalah yang besar. Atau sesuatu yang memiliki kekuatan,baik berupa raja, tentara dan lainnya atau berupa kedudukan dan kemampuan pertahanan.
Sementara,dari buku yang sama,kata bai’at berarti perjanjian untuk mencurahkan ketaatan dengan harga yang setimpal. Pada asalnya, kata bai’at bermakna mencurahkan ketaatan kepada penguasa dalam melakukan perintahnya. Namun yang harus dipahami,bai’at yang dimaksud disini bukanlah bai’at kepada seorang imamah ‘uzhma,pemimpin kaum muslimin atau khalifah,namun ia adalah bai’at dalam beramal. Ia adalah termasuk bai’at khusus bukan bai’at umum yang diberikan ahlul halli wal ‘aqdhi kepada seorang imam utama kaum muslimin, dimana bai’at yang terakhir ini menuntut syarat consensus dari umat islam. Sa’id Hawwa dalam bukunnya Membina Angkatan Mujahid mengatakan bai’at ini seperti bai’at kepada guru. Sebagaimana Imam Hasan Al-Banna sendiri yang mengatakan dalam pembukaan risalahnya “Ini adalah risalahku untuk mujahidin dari kalangan ikhwanul muslimin”. Sehingga tidaklah tepat jika kita mengaitkan baiat ini dengan konteks hadits-hadits yang berisi konsekuensi bai’at terhadap imamah ‘uzhma, dengan demikian maka orang yang tidak berbaiat kepada pimpinan jamaah dakwah bukanlah orang yang kafir. Hal ini tersirat dalam pernyataan mursyid ‘aam ke dua ikhwan Hasan Al-Hudaibi ketika memecat lima orang anggota hai’ah ta’sisiyyah (dewan pendiri, termasuk syaikh Muhammad Al-Ghazali ) “Bisa jadi mereka lebih mulia dari kita di mata Allah, namun mereka dikeluarkan semata-mata karena masalah organisasi”
Lalu bagaimanakah kita memposisikan arkanul bai’ah ini?. Bukan berarti tidak ada ketaatan atau perihal yang mengikat dalam baiat untuk beramal ini, karena pada dasarnya ia adalah janji dan amanah yang harus ditepati oleh orang-orang yang beriman. Seseorang yang melakukan bai’at berarti dia telah berjanji untuk mencurahkan ketaatannya, sekalipun ketaatan tersebut menuntut harta atau kepayahan atau jiwa selama hal itu dalam mencari keridhaan Allah SWT. Dalam Qur’an surat Al-Fath:10, Allah SWT berfirman “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”. Dan ada juga kita temukan kata bai’at disamakan dengan isytara (membeli) yang berarti bahwa bai’at pada hakikatnya merupakan transaksi jual-beli antara seorang hamba dengan Allah SWT dihadapan seorang pemimpin. sebagaimana firman Allah SWT dalam AT-Taubah:111 “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar”.
Adapun kata Infazhuha berasal dari kata fazhahuha (jagalah dia/hafalkanlah dia),menurut Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya Syarah Ar Kanul Bai’ah 1 Alfahmu, memiliki dua makna yaitu: Sadar dan paham setelah mencermati, dalam arti merasa mantap pada hasil pemahaman, dan Melaksanakan konsekuensi Bai’at, yakni memelihara, menjaga dan melaksanakan
Adapun rincian singkat rukun-rukunnya adalah sebagai berikut:
1.      Al Fahmu
Pemahaman adalah hal yang mengikat seorang al akh dengan bai’at ini. Karena dengan pemahaman al akh yang komprehensif terhadap nilai yang dibawa dakwah ini akan menghasilkan komitmen yang begitu kuat. Idealnya seorang al-akh harus memahami dulu fikrah islamiyyah as-samimah (fikrah islami yang bersih) dengan komprehensif  yang tercantum dalam ushul isyrin yang merupakan bagian pokok dari rukun al-fahmu ini, dan menempatkannya dalam pemahaman yang benar pula sesuai dengan pemahaman salafus-shalih ridwanullah ‘alaihim dan tidak bertentangan dengan al-quran dan sunnah. Dengan pemahaman inilah al-akh yang berbaiat memilih dan menempatkan komitmennya, sehingga ia percaya bahwa ia berada pada jalan yang benar
2.      Al Ikhlas
Yaitu mengikhlaskan niat hanya kepada Allah saja. Ketika kita sudah memiliki ke pahaman maka selayaknya kita memiliki suatu tujuan yang mulia,dan tujuan itu hanyalah untuk Allah semata. Sebagaimana slogan yang ada Allah tujuan kami (Allah Ghayyatuna)
3.      Al ‘Amal
Selanjutnya adalah ‘amal,sebagai bentuk aplikasi dari suatu pemahaman dan dipadu dengan keikhlasan atau dapat dikatakan amal adalah buah dari ilmu dan ikhlas. Karena tujuan dakwah ini tidak akan tercapai tanpa suatu kerja nyata. Dalam risalah ini disebutkan tujuh tingkatan amal atau tata urutan amal (maratibul ‘amal) mulai dari pembentukan pribadi muslim hingga ustadziyatul ‘alam
4.      Al Jihad
Jihad fi sabilillah dengan berbagai tingkat dan variasinya. Dalam risalah ini disebutkan: peringkat pertama jihad adalah dengan hati, dengan lisan,pena,tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zhalim, dan yang terakhir adalah perang di jalan Allah.
5.      At Tadhiyah
Yaitu seorang al-akh harus siap untuk berkorban di jalan dakwah ini, baik itu pengorbanan jiwa,harta,waktu,kehidupan, dan segala sesuatu yang dipunyai oleh seorang muslim untuk mencapai tujuan. Karena tidak ada perjuangan di dunia ini, kecuali harus disertai pengorbanan.
6.      At Taat
Yaitu menunaikan perintah Allah dan Rasul-Nya dan Ulil amr, baik dalam keadaan sulit maupun bersemangat, dalam rukun ini dijelaskan tiga tahapan dakwah yaitu ta’rif , takwin dan tanfidz
7.      Ats Tsabat
Yaitu memegang teguh agama, baik dari sisi aqidah, syari’ah, maupun perbuatan. Dan juga terhadap prinsip yang dianut dari jamaah dakwah ini
8.      At Tajarrud
Yaitu membersihkan pola pikir dari prinsip dan nilai lainnya.
9.      Al Ukhuwwah
Yaitu terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan  aqidah.Dimana ukhuwwah dimulai dari salamatush shadr (berprasangka baik) hingga pada tingkat itsar mendahulukan kepentingan saudaranya.
10.  At Tsiqah
Yaitu rasa percaya yang disebabkan kepuasan jundi kepada jajaran qiyadhah nya, dimana hal ini sebenarnya merupakan beban berat bagi qiyadhah karena untuk mewujudkan kepuasan tersebut ia harus membangun kredibilitas dan memperbaiki dirinya, disamping itu jundinya juga harus mengenal lebih jauh para qiyadhah mereka.

Ustadz Ihsan Tandjung membuat klasifikasi atas sepuluh rukun ini dengan membagi dua kelompok yaitu kelompok pertama adalah rukun al-fahmu yang terkait dengan lingkup pribadi, yang kedua adalah rukun ikhlas, amal, jihad, tadhiyyah, taat, tsabat, tajarrud, ukhuwwah, tsiqoh, yang mulai masuk pada lingkup interaksi di luar pribadi yaitu lingkup berjama’ah, dimana aspek dalam kehidupan berjamaah ini terkait erat dengan komitmen yang kuat, sedangkan pada lingkup pribadi didasari oleh pemahaman yang lengkap dan menyeluruh. Oleh karena itu Ustadz Ihsan Tandjung mengistilahkan kelompok pertama dengan Al-Fahmu Syamiil (pemahaman yang menyeluruh) dan yang kedua dengan iltizaamul kaamiil (komitmen yang sempurna). Wallahu a’lam

1 komentar: